Cerita Silat | Kisah Si Naga Langit | Oleh Kho Ping Hoo | Kisah Si Naga Langit | Sakti Cersil | Kisah Si Naga Langit pdf
Kisah Si Naga Langit 14 Kisah Si Naga Langit 15 Kisah Si Naga Langit 16 Kisah Si Naga Langit 17 Kisah Si Naga Langit 18 Pendekar Seribu Diri 3 Pendekar Seribu Diri 4 Pendekar Seribu Diri 5 Pendekar Seribu Diri - Aone Kisah Si Naga Langit 13
Tiong Lee Cin-jin memandang bayangan muridnya sampai lenyap ditelan pohon-pohon. Dia masih tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah. Dia berkejap sehingga ada dua titik alr mata turun di atas kedua pipinya. Diusapnya air mata itu dengah tangan kanan, kemudi-an dipandangnya tangan yang basah terkena air mata dan Tlong Lee Cln-jin tiba-tiba tertawa bergelak. Dia mentertawakan ulah nafsu yang mendatangkan iba diri dan mentertawakan kelemahan itu. Kemudian sambil masih tertawa dla masuk lagi ke dalam rumah dan duduk bersila di atas pembaringan, lalu bernyanyi dengan suara lantang. "Setelah mengenal keindahan dengan sendirinya mengenal keburukan, setelah Cahu akan kebaikan dengan sendirinya tahu pula akan keJahatan. Sesungguhnya ada dan tlada saling melahlrkan sukar dan mudah saling melengkapi panjang dan pendek saling mengadakan tinggi dan rendah saling menunjang sunyi dan suara saling mengisi dahulu dan kemudian saling menyusul. Itulah sebabnya para bijaksana bekerja tanpa pamrih mengajar tanpa bicara. Segala terjadi tanpa dia mendorongnya tumbuh tanpa dia ingin memilikinya berbuat tanpa dia menjadi sandarannya. Walau berjasa dia tidak menuntut Justeru tidak menuntut maka takkan musna”. Suara nyanyian Tiorig Lee Cin-jin yang mengambil ayat-ayat dari kitab To-tek-keng ini perlahan saja, akan tetapi karena suara itu didorong tenaga khi-kang yang amat kuat, maka suara itu mengandung getaran kuat dan terdengar pula oleh Thian Liong yang sedang melangkah cepat menuruni Puncak Pelangi. Mendengar nyanyian yang sudah dikenalnya itu Thian Liong tersenyum dan dia mempercepat langkahnya menuruni puncak. * * * Untuk memenuhi tugas dari gurunya, Thian Liong lalu melakukan perjalanan ke Kun-lun-san. Tempat ini yang paling jauh di antara yang lain, maka dia lebih dulu hendak pergi ke Kun-lun-pai untuk menyerahkan Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang berada dalam buntalan kain kuning di punggungnya. Setelah itu, baru dia akan pergi ke Bu-tong-pai dan Siauw-lim- pai. Kemudian yang dia akan pergi ke kota raja Hang- chou, menghadap Kaisar Sung Kao Tsu dan menyerahkan tiga belas buah kitab. Setelah semua kitab dapat dia serahkan ke-pada mereka yang berhak menerimanya, baru dia akan menyelidiki tentang Perdana Menteri Chin Kui dan kalau ternyata pembesar itu masih merupakan pembesar lalim yang mengancam keselamatan kerajaan, dia akan menentangnya sekuat tenaganya. Setelah melakukan perjalanan yang amat jauh dan melelahkan, melalui gurun dan pegunungan, akhirnya pada suatu hari dia tiba di kaki pegunungan Kun-lun. Ada sebuah jalan raya yang cukup lebar menuju ke barat dan jalan ini yang biasa dipergunakan para rombongan peda-gang yang membawa barang dagangan mereka dari dan ke daerah barat, menuju Tibet, terus ke selatan ke Kerajaan Bhutan Nepal, dan India. Jalan itu seringkali sunyi, baru ramai kalau musim panas tiba dan para pedagang banyak yang rnelakukan perjalanan dalam rombongan yang dikawal dengan kuat. Pada hari-hari biasa, yang melewati jalan itu hanyalah penduduk dusun-dusun sekltarnya, para petani, pemburu, dan pencari hasil hutan. Pagi harl itu Thian Liong berjalan diatas jalan besar, menanti-nantl kalau ada orang yang dapat dia tanyal tentang Kun-lun-pai. Dia sudah kehabisan bekal. Uangnya yang dia dapat dari gurunya tidak berapa banyak dan sudah habis untuk membeli makanan dalam. perjalanan selama ini. Gurunya pernah ber- pesan kepadanya untuk kebutuhan hidupnya dia harus mencarl uang dengan bekerja. Bekerja apa saja asalkan tidak merugikan orang. Tentu saja dengan mempergunakan ilmu kepandaiannya, dengan mudah dia akan dapat mengambil uang milik orang tain, akan tetapi hal itu berarti merugikan orang lain dan tentu saja dia tidak akan sudi melakukan perampokan atau pencurian. Akan tetapi pagi ini uangnya sudah habis sama sekali, maka dia tidak dapat membeli bekal makanan ketika melewatl sebuah dusun pagi tadi. Ketika dia tlba dl sebuah Jalan yang terletak di tempat tinggi, dia melihat jauh di depan ada debu mengepul dan terlihat gerakan banyak orang sedang bertempur. Mellhat adanya beberapa buah gerobak berdlrl tak Jauh dari tempat pertempuran itu, Thian Liong dapat menduga bahwa sepihak dari mereka yang bertempur itu tentu rombongan pedagang. Teringatlah dia akan cerita gurunya bahwa para pedagang jarak jauh itu biasanya dlkawal oleh orang-orang yang pandal ilmu silat karena banyak penJahat yang berusaha untuk merampok barahg dagangan yang berharga mahal itu. Thian Llong lalu berlari cepat menurunl lereng Itu dan sebentar saja dia sudah tiba dl tempat pertempuran. Dia melihat lima orang yang berpakalan sebagai saudagar berdiri ketakutan dekat lima buah kereta penuh barang, bersama lima orang kusir kereta yang juga menon-ton perkelahian dengan sikap ketakutan. Thlan Liong memandang ke arah mereka yang berkelahi. Ternyata yang berkelahi hanya dua orang laki-laki yang dikeroyok oleh belasan orang yang berpakaian sebagai pengawal. Akan tetapi dua orang yang bersilat pedang itu lihai bukan main. Dikeroyok belasan orang, mereka sama sekali tidak terdesak, bahkan para pengeroyok yang kocar-kacir dan sudah ada iima orang di antara mereka roboh mandi darah. Karena tidak tahu persoalannya, Thian Liong merasa ragu untuk bertindak. Dia tidak tahu slapa yang berada di pihak yang jahat sehingga dia meragu siapa yang harus dibelanya. Thian Llong lalu menghampiri lima orang saudagar yang bersama lima orang sais berdiri diekat kereta. "Sobat-sobat, apakah yang terjadi?" dia bertanya. Para saudagar yang tadinya takut melihat Thlan Liong mendekati mereka karena mengira karena pemuda itu kawan para perampok, menjadi lega mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi karena pemuda itu tampak hanya seperti seorang pemuda dusun yang bersahaja dan lemah, merekapun tldak dapat mengharapkan bantuan darlnya. "Orang muda, pergilah cepat. Dua orang itu adalah perampok yang hendak merampas barang kami dan belasan orang itu adalah para piauwsu (pengawal barang) yang melindungi kami." jawab seorang kusir yang berdiri paling dekat dengan Thian Liong. Mendengar ini, Thian Liong tldak ragu lagi pihak mana yang harus dia bantu» Dia memandang ke arah perkelahian. Dua orang itu memang lihai sekali. Para piauwsu yang juga mempergunakan pedang sebagai senjata, sudah kewalahan dan terdesak ke belakang. Dua orang itu berusia kurang lebih einpat puluh tahun, orang pertama bertubuh tinggi kurus dengan muka berbentuk meruncing seperti muka tikus dan orang ke dua bertubuh pendek gendut namun gerakannya tidak kalah cepat dibandingkan kawannya. Kedua orang itu mengenakan pakaian yang sama, seluruhoya berwarna hitam dari sutera halus dan di bagian dada ada, gambar seekor burung rajawali putih. Thian Liong lari menghampiri pertempuran itu dan mengerahkan tenaga sakti lalu berseru, "Hentikan pertempuran dan tahan senjata!" Seruannya ini mengandung kekuatan yang memaksa mereka yang sedang bertempur itu masing-masing menahan gerakan dan berlompatan mundur sehingga otomatis pertempuran itu terhenti. Dan orang berpakaian hitam itupun berlompatan ke belakang dengan wajah terheran-heran. Mereka semua kini memutar tubuh menghadapi Thian Liong dengan sinar mata heran dan juga penasaran. Seorang di antara dua orang perampok itu, yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka tikus membawa sebuah kantung kain biru yang diikatkan di punggungnya. Dia yang kini membentak kepada Thian Liong, "Heh, orang muda! Mau apa engkau menghentikan perkelahian kami?" Thian Liong berkata dengan sabar, "Sobat, aku mendengar bahwa kalian berdua merampok para saudagar ini sehingga di antara kalian semua terjadl perkelahian yang mengaklbatkan luka bahkan mungkln kematian. Kenapa kalian berdua melakukan kejahatan ini? Kalau memang kalian rnembutuhkan sumbangan, saya kira kalian dapat memlntanya darl para saudagar ini dan mereka tentu tldak akan menolak kalian untuk memberi sumbangan." Dua orang perampok itu terbelalak keheranan, keduanya saling pandang kemudian mereka tertawa geli melihat ulah pemuda yang mereka anggap tolol itu. "Hei, bocah tolol! Menggelindinglah pergi dan jangan mencampuri urusan kami. Kami adalah orang- orang Pek tiauw-pang (Perkumpulan Rajawali Putih) dan kami akan membunuhmu pula kalau engkau tidak cepat pergi dari sini!" Setelah berkata demikian, dua orang itu audah menerjang lagi, menyerang pa-ra piauwsu yang tinggal berjumlah tiga belas orang itu. Para piauwsu juga menggerakkan pedang mereka dan kembali mereka berkelahi. Suara pedang bertemu pedang berdentlngan dan dua orang yang mengaku sebagal orang-orang Pek-tiauw-pang itu mengamuk. Thian Liong tertegun, kecewa bahwa dua orang itu Udak mendengar nasihat-nya. Akan tetapi sebelum dia turun tangan, tiba-tiba tampak bayangan merah muda berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis yang mengenakan pakaian serba merah muda. Gadis itu berusia kurang lebih tujuh belas tahun, cantik jelita seperti dewi, dan sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong dan mata itu jeli dan tajam bukan main. la berdiri disitu, tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan memegang sebatang ranting pohon yang masih ada daunnya, lalu terdengar suaranya melengking. "Sudah lama kudengar akan kejahatan Pek-tiauw- pang! Sekarang aku melihat sendiri dua orang Pek- tiauw-pang merampok. Nonamu ini tidak akan mengampuni kalian!" Setelah berkata demikian, tubuhnya bergerak cepat sekali seperti seekor burung terbang dan ia sudah melayang dan menyerang dengan ranting pohon itu ke arah si pendek gendut! Biarpun ranting itu hanya sebesar ibu Jari kaki, dan panjangnya hanya satu meter, akan tetapi ketika menyambar ke arah kepala perampok pendek gendut, terdengar suara bercuitan dan ranting itu berubah menjadi slnar kehijauan yang menyambar ke arah jalan darah di leher si pendek gendut. Jagoan Pek-tiauw-pang ini terkejut bukan main karena dia dapat, merasakan, sambaran angin serangan yang dahsyat mengarah lehernya. Itu merupakan serangan maut' Cepat' dia mengelak dan melompat ke belakang, akan tetapi ada sehelai daun yang terlepas dari ran-ting itu dan terbang menampar pipinya, "Plakk!" Biarpun hanya sehelai daun basah yang mengehai pipinya, akan tetapi terasa cukup nyeri, panas dan pedih. Si pendek gendut menjadi marah sekali. Dia mengeluarkan gerengan dan memu-tar pedangnya, menyerang ke arah gadis berpakaian merah muda itu. Pedangnya menjadi stnar putih bergulung-gulung yang menyerbu ke arah gadis itu. Akan tetapi dengan indahnya gadis itu beriompatan menghindar dan terdengar ia mengeluarkan suara tawa merdu yang mengejek. "Hi-hik, manusia macam katak buduk beranl melawan nonamu? Engkau sudah boaen hldup!" Rantlng dl tangan pdii itu membalaa, rnenyambar-nyambar, akan tetapl si pendek gendut Itupun lihai. Dia dapat menangkls dengan pedang dan ba-las menyerang. TerJadi perkelahian seru di antara mereka. Sementara itu, tiga belas orang piauwsu yang melihat betapa si pendek gendut sudah berkelahi melawan gadis baju merah muda yang membantu mereka, kini menyerbu dan mengeroyok si muka tikus! Perampok tinggi kurus bermuka tikus ini mengerutkan alisnya, memutar pedang melindungi dirinya. Dia tahu bahwa ka-lau dia seorang diri harus menghadapi pengeroyokan tiga belas orang piauwsu itu, dirinya dapat terancam bahaya. Dia melirik ke arah temannya dan mendapat kenyataan bahwa gadis muda itu llhai sekali, bahkan dengafl sepotong rantlng agaknya dapat membuat kawannya repot sekali. Tiba-tiba sl tingg! kurus melompat Jauh ke belakang dan melarikan diri! Terdengar teriakan yang keluar dari kelompok saudagar itu. "Tolong! Dia membawa semua uang kami dalam kantung biru itu! Kejar dia.....!!" Para piauwsu mengejar, akan tetapi ternyata orang tinggi kurus itu larinya cepat sekali. Melihat dan mendengar ini, Thian Liong lalu melompat ke depan dan melakukan pengejaran. Para piauwsu menghentikan pengejaran mereka karena mereka teringat akan keselamatan lima orang saudagar yang harus mereka lindungi. Mereka kembali ke tempat itu dan melihat gadis berpakaian merah muda itu masih bertanding melawan perampok gendut pendek, mereka menonton sambil bersiap-siap. Sebagian dari mereka merawat lima orang kawan yang terluka. Sementara itu, dengan mempergunakan ilmu berlari cepat yang nsenibuat tubuhnya meluncur seperti terbang ketika melakukan pengejaran, sebentar saja Thian Liong sudah dapat menyusul perampok tinggi kurus bermuka tikus yang melarikan diri itu. "Perlahan dulu, sobat!" Si tinggi kurus itu terkejut bukan main mendengar ucapan ini dan dia melihat bayangan orang berkelebat, tahu-tahu di depannya telah berdiri pemuda yang tadi mencela dia dan temannya karena melakukan perampokan! Tadinya dia terkejut mengira bahwa yang dapat menyusulnya adalah gadis yang amat lihai itu. Akan tetapi ketlka mendapat kenyataan bahwa pengejarnya hanyalah pemuda tadi yang tampak biasa saja, dia menjadi marah sekali.
Kisah Si Naga Langit 14 Kisah Si Naga Langit 15 Kisah Si Naga Langit 16 Kisah Si Naga Langit 17 Kisah Si Naga Langit 18 Pendekar Seribu Diri 3 Pendekar Seribu Diri 4 Pendekar Seribu Diri 5 Pendekar Seribu Diri - Aone Kisah Si Naga Langit 13
Tiong Lee Cin-jin memandang bayangan muridnya sampai lenyap ditelan pohon-pohon. Dia masih tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah. Dia berkejap sehingga ada dua titik alr mata turun di atas kedua pipinya. Diusapnya air mata itu dengah tangan kanan, kemudi-an dipandangnya tangan yang basah terkena air mata dan Tlong Lee Cln-jin tiba-tiba tertawa bergelak. Dia mentertawakan ulah nafsu yang mendatangkan iba diri dan mentertawakan kelemahan itu. Kemudian sambil masih tertawa dla masuk lagi ke dalam rumah dan duduk bersila di atas pembaringan, lalu bernyanyi dengan suara lantang. "Setelah mengenal keindahan dengan sendirinya mengenal keburukan, setelah Cahu akan kebaikan dengan sendirinya tahu pula akan keJahatan. Sesungguhnya ada dan tlada saling melahlrkan sukar dan mudah saling melengkapi panjang dan pendek saling mengadakan tinggi dan rendah saling menunjang sunyi dan suara saling mengisi dahulu dan kemudian saling menyusul. Itulah sebabnya para bijaksana bekerja tanpa pamrih mengajar tanpa bicara. Segala terjadi tanpa dia mendorongnya tumbuh tanpa dia ingin memilikinya berbuat tanpa dia menjadi sandarannya. Walau berjasa dia tidak menuntut Justeru tidak menuntut maka takkan musna”. Suara nyanyian Tiorig Lee Cin-jin yang mengambil ayat-ayat dari kitab To-tek-keng ini perlahan saja, akan tetapi karena suara itu didorong tenaga khi-kang yang amat kuat, maka suara itu mengandung getaran kuat dan terdengar pula oleh Thian Liong yang sedang melangkah cepat menuruni Puncak Pelangi. Mendengar nyanyian yang sudah dikenalnya itu Thian Liong tersenyum dan dia mempercepat langkahnya menuruni puncak. * * * Untuk memenuhi tugas dari gurunya, Thian Liong lalu melakukan perjalanan ke Kun-lun-san. Tempat ini yang paling jauh di antara yang lain, maka dia lebih dulu hendak pergi ke Kun-lun-pai untuk menyerahkan Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang berada dalam buntalan kain kuning di punggungnya. Setelah itu, baru dia akan pergi ke Bu-tong-pai dan Siauw-lim- pai. Kemudian yang dia akan pergi ke kota raja Hang- chou, menghadap Kaisar Sung Kao Tsu dan menyerahkan tiga belas buah kitab. Setelah semua kitab dapat dia serahkan ke-pada mereka yang berhak menerimanya, baru dia akan menyelidiki tentang Perdana Menteri Chin Kui dan kalau ternyata pembesar itu masih merupakan pembesar lalim yang mengancam keselamatan kerajaan, dia akan menentangnya sekuat tenaganya. Setelah melakukan perjalanan yang amat jauh dan melelahkan, melalui gurun dan pegunungan, akhirnya pada suatu hari dia tiba di kaki pegunungan Kun-lun. Ada sebuah jalan raya yang cukup lebar menuju ke barat dan jalan ini yang biasa dipergunakan para rombongan peda-gang yang membawa barang dagangan mereka dari dan ke daerah barat, menuju Tibet, terus ke selatan ke Kerajaan Bhutan Nepal, dan India. Jalan itu seringkali sunyi, baru ramai kalau musim panas tiba dan para pedagang banyak yang rnelakukan perjalanan dalam rombongan yang dikawal dengan kuat. Pada hari-hari biasa, yang melewati jalan itu hanyalah penduduk dusun-dusun sekltarnya, para petani, pemburu, dan pencari hasil hutan. Pagi harl itu Thian Liong berjalan diatas jalan besar, menanti-nantl kalau ada orang yang dapat dia tanyal tentang Kun-lun-pai. Dia sudah kehabisan bekal. Uangnya yang dia dapat dari gurunya tidak berapa banyak dan sudah habis untuk membeli makanan dalam. perjalanan selama ini. Gurunya pernah ber- pesan kepadanya untuk kebutuhan hidupnya dia harus mencarl uang dengan bekerja. Bekerja apa saja asalkan tidak merugikan orang. Tentu saja dengan mempergunakan ilmu kepandaiannya, dengan mudah dia akan dapat mengambil uang milik orang tain, akan tetapi hal itu berarti merugikan orang lain dan tentu saja dia tidak akan sudi melakukan perampokan atau pencurian. Akan tetapi pagi ini uangnya sudah habis sama sekali, maka dia tidak dapat membeli bekal makanan ketika melewatl sebuah dusun pagi tadi. Ketika dia tlba dl sebuah Jalan yang terletak di tempat tinggi, dia melihat jauh di depan ada debu mengepul dan terlihat gerakan banyak orang sedang bertempur. Mellhat adanya beberapa buah gerobak berdlrl tak Jauh dari tempat pertempuran itu, Thian Liong dapat menduga bahwa sepihak dari mereka yang bertempur itu tentu rombongan pedagang. Teringatlah dia akan cerita gurunya bahwa para pedagang jarak jauh itu biasanya dlkawal oleh orang-orang yang pandal ilmu silat karena banyak penJahat yang berusaha untuk merampok barahg dagangan yang berharga mahal itu. Thian Llong lalu berlari cepat menurunl lereng Itu dan sebentar saja dia sudah tiba dl tempat pertempuran. Dia melihat lima orang yang berpakalan sebagai saudagar berdiri ketakutan dekat lima buah kereta penuh barang, bersama lima orang kusir kereta yang juga menon-ton perkelahian dengan sikap ketakutan. Thlan Liong memandang ke arah mereka yang berkelahi. Ternyata yang berkelahi hanya dua orang laki-laki yang dikeroyok oleh belasan orang yang berpakaian sebagai pengawal. Akan tetapi dua orang yang bersilat pedang itu lihai bukan main. Dikeroyok belasan orang, mereka sama sekali tidak terdesak, bahkan para pengeroyok yang kocar-kacir dan sudah ada iima orang di antara mereka roboh mandi darah. Karena tidak tahu persoalannya, Thian Liong merasa ragu untuk bertindak. Dia tidak tahu slapa yang berada di pihak yang jahat sehingga dia meragu siapa yang harus dibelanya. Thian Llong lalu menghampiri lima orang saudagar yang bersama lima orang sais berdiri diekat kereta. "Sobat-sobat, apakah yang terjadi?" dia bertanya. Para saudagar yang tadinya takut melihat Thlan Liong mendekati mereka karena mengira karena pemuda itu kawan para perampok, menjadi lega mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi karena pemuda itu tampak hanya seperti seorang pemuda dusun yang bersahaja dan lemah, merekapun tldak dapat mengharapkan bantuan darlnya. "Orang muda, pergilah cepat. Dua orang itu adalah perampok yang hendak merampas barang kami dan belasan orang itu adalah para piauwsu (pengawal barang) yang melindungi kami." jawab seorang kusir yang berdiri paling dekat dengan Thian Liong. Mendengar ini, Thian Liong tldak ragu lagi pihak mana yang harus dia bantu» Dia memandang ke arah perkelahian. Dua orang itu memang lihai sekali. Para piauwsu yang juga mempergunakan pedang sebagai senjata, sudah kewalahan dan terdesak ke belakang. Dua orang itu berusia kurang lebih einpat puluh tahun, orang pertama bertubuh tinggi kurus dengan muka berbentuk meruncing seperti muka tikus dan orang ke dua bertubuh pendek gendut namun gerakannya tidak kalah cepat dibandingkan kawannya. Kedua orang itu mengenakan pakaian yang sama, seluruhoya berwarna hitam dari sutera halus dan di bagian dada ada, gambar seekor burung rajawali putih. Thian Liong lari menghampiri pertempuran itu dan mengerahkan tenaga sakti lalu berseru, "Hentikan pertempuran dan tahan senjata!" Seruannya ini mengandung kekuatan yang memaksa mereka yang sedang bertempur itu masing-masing menahan gerakan dan berlompatan mundur sehingga otomatis pertempuran itu terhenti. Dan orang berpakaian hitam itupun berlompatan ke belakang dengan wajah terheran-heran. Mereka semua kini memutar tubuh menghadapi Thian Liong dengan sinar mata heran dan juga penasaran. Seorang di antara dua orang perampok itu, yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka tikus membawa sebuah kantung kain biru yang diikatkan di punggungnya. Dia yang kini membentak kepada Thian Liong, "Heh, orang muda! Mau apa engkau menghentikan perkelahian kami?" Thian Liong berkata dengan sabar, "Sobat, aku mendengar bahwa kalian berdua merampok para saudagar ini sehingga di antara kalian semua terjadl perkelahian yang mengaklbatkan luka bahkan mungkln kematian. Kenapa kalian berdua melakukan kejahatan ini? Kalau memang kalian rnembutuhkan sumbangan, saya kira kalian dapat memlntanya darl para saudagar ini dan mereka tentu tldak akan menolak kalian untuk memberi sumbangan." Dua orang perampok itu terbelalak keheranan, keduanya saling pandang kemudian mereka tertawa geli melihat ulah pemuda yang mereka anggap tolol itu. "Hei, bocah tolol! Menggelindinglah pergi dan jangan mencampuri urusan kami. Kami adalah orang- orang Pek tiauw-pang (Perkumpulan Rajawali Putih) dan kami akan membunuhmu pula kalau engkau tidak cepat pergi dari sini!" Setelah berkata demikian, dua orang itu audah menerjang lagi, menyerang pa-ra piauwsu yang tinggal berjumlah tiga belas orang itu. Para piauwsu juga menggerakkan pedang mereka dan kembali mereka berkelahi. Suara pedang bertemu pedang berdentlngan dan dua orang yang mengaku sebagal orang-orang Pek-tiauw-pang itu mengamuk. Thian Liong tertegun, kecewa bahwa dua orang itu Udak mendengar nasihat-nya. Akan tetapi sebelum dia turun tangan, tiba-tiba tampak bayangan merah muda berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis yang mengenakan pakaian serba merah muda. Gadis itu berusia kurang lebih tujuh belas tahun, cantik jelita seperti dewi, dan sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong dan mata itu jeli dan tajam bukan main. la berdiri disitu, tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan memegang sebatang ranting pohon yang masih ada daunnya, lalu terdengar suaranya melengking. "Sudah lama kudengar akan kejahatan Pek-tiauw- pang! Sekarang aku melihat sendiri dua orang Pek- tiauw-pang merampok. Nonamu ini tidak akan mengampuni kalian!" Setelah berkata demikian, tubuhnya bergerak cepat sekali seperti seekor burung terbang dan ia sudah melayang dan menyerang dengan ranting pohon itu ke arah si pendek gendut! Biarpun ranting itu hanya sebesar ibu Jari kaki, dan panjangnya hanya satu meter, akan tetapi ketika menyambar ke arah kepala perampok pendek gendut, terdengar suara bercuitan dan ranting itu berubah menjadi slnar kehijauan yang menyambar ke arah jalan darah di leher si pendek gendut. Jagoan Pek-tiauw-pang ini terkejut bukan main karena dia dapat, merasakan, sambaran angin serangan yang dahsyat mengarah lehernya. Itu merupakan serangan maut' Cepat' dia mengelak dan melompat ke belakang, akan tetapi ada sehelai daun yang terlepas dari ran-ting itu dan terbang menampar pipinya, "Plakk!" Biarpun hanya sehelai daun basah yang mengehai pipinya, akan tetapi terasa cukup nyeri, panas dan pedih. Si pendek gendut menjadi marah sekali. Dia mengeluarkan gerengan dan memu-tar pedangnya, menyerang ke arah gadis berpakaian merah muda itu. Pedangnya menjadi stnar putih bergulung-gulung yang menyerbu ke arah gadis itu. Akan tetapi dengan indahnya gadis itu beriompatan menghindar dan terdengar ia mengeluarkan suara tawa merdu yang mengejek. "Hi-hik, manusia macam katak buduk beranl melawan nonamu? Engkau sudah boaen hldup!" Rantlng dl tangan pdii itu membalaa, rnenyambar-nyambar, akan tetapl si pendek gendut Itupun lihai. Dia dapat menangkls dengan pedang dan ba-las menyerang. TerJadi perkelahian seru di antara mereka. Sementara itu, tiga belas orang piauwsu yang melihat betapa si pendek gendut sudah berkelahi melawan gadis baju merah muda yang membantu mereka, kini menyerbu dan mengeroyok si muka tikus! Perampok tinggi kurus bermuka tikus ini mengerutkan alisnya, memutar pedang melindungi dirinya. Dia tahu bahwa ka-lau dia seorang diri harus menghadapi pengeroyokan tiga belas orang piauwsu itu, dirinya dapat terancam bahaya. Dia melirik ke arah temannya dan mendapat kenyataan bahwa gadis muda itu llhai sekali, bahkan dengafl sepotong rantlng agaknya dapat membuat kawannya repot sekali. Tiba-tiba sl tingg! kurus melompat Jauh ke belakang dan melarikan diri! Terdengar teriakan yang keluar dari kelompok saudagar itu. "Tolong! Dia membawa semua uang kami dalam kantung biru itu! Kejar dia.....!!" Para piauwsu mengejar, akan tetapi ternyata orang tinggi kurus itu larinya cepat sekali. Melihat dan mendengar ini, Thian Liong lalu melompat ke depan dan melakukan pengejaran. Para piauwsu menghentikan pengejaran mereka karena mereka teringat akan keselamatan lima orang saudagar yang harus mereka lindungi. Mereka kembali ke tempat itu dan melihat gadis berpakaian merah muda itu masih bertanding melawan perampok gendut pendek, mereka menonton sambil bersiap-siap. Sebagian dari mereka merawat lima orang kawan yang terluka. Sementara itu, dengan mempergunakan ilmu berlari cepat yang nsenibuat tubuhnya meluncur seperti terbang ketika melakukan pengejaran, sebentar saja Thian Liong sudah dapat menyusul perampok tinggi kurus bermuka tikus yang melarikan diri itu. "Perlahan dulu, sobat!" Si tinggi kurus itu terkejut bukan main mendengar ucapan ini dan dia melihat bayangan orang berkelebat, tahu-tahu di depannya telah berdiri pemuda yang tadi mencela dia dan temannya karena melakukan perampokan! Tadinya dia terkejut mengira bahwa yang dapat menyusulnya adalah gadis yang amat lihai itu. Akan tetapi ketlka mendapat kenyataan bahwa pengejarnya hanyalah pemuda tadi yang tampak biasa saja, dia menjadi marah sekali.