Cerita Silat | Ilmu Silat Pengejar Angin | oleh Siasa | Ilmu Silat Pengejar Angin | Cersil Sakti | Ilmu Silat Pengejar Angin pdf
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah
"Dua potong badju sadja belum tjukup!" teriak si djongos, jang tahu2 sudah sambar kopiah orang, serta menambahkan : "Dasar hari sial bagi kita! Nah. Sudah. Pergilah!" Terpaksa, kedua orang ini ngelojor pergi. Memerah muka mereka bahna menahan malu. Puas Siang Tjoe menjaksikan ini. Ia keringkan pula dua tjawan. Ketika ia menoleh kepada si pemuda tjakap, dia itu masih duduk minum. Tiba2 ia ingat suatu apa. "Bukankah sudah pasti kedua orang tadi bukan manusia baik2? Tentulah mereka adalah orang2 sebawahan. Mendapat hinaan jang mana barusan mereka tidak dapat berbuat apa2, tentulah sepulangnja mereka akan mengadu kepada kepalanja..." Berpikir demikian, ia pun berbangkit. Niatnja hendak dihampirinja pemuda tersebut. Namun tiba2 dimuka rumah makan terdengar suara ribut2 dan menjusul mana belasan orang jang wadjahnja bengis2 serta tinggi besar-tinggi besar berdjalan masuk hingga menerbitkan suara berisik. Diantara mereka terdapat kedua orang tadi jang kini sudah berpakaian. Dia ini menundjuk-nundjuk sipemuda tjakap. Langsung belasan orang2 ini menghampirinja. Salah satu diantaranja, jang hidungnja pesek dan bertjabang bauk segera menghampirinja. Sedang belasan kawan2nja, jang rupanja mendjadi begundalnja lantas mengurung. Sikap mereka garang sekali. Segera dengan datangnja orang2 ini, ruangan rumah makan pun berubah panik. Bahkan beberapa orang tamu bernjali ketjil, segera setelah membajar djumlah harga jang dimakan meninggalkan rumah makan tersebut. Si gemuk tamu tadi jang dari wadjah mukanja masih kelihatan mendongkol segera sambil mentjatji maki melajangkan tangannja hendak mendjambak dada orang. Lain benar sikap dia ini daripada tadi. Galak dan bengis sekali. Akan tetapi, mendadak sebelum tangannja jang besar serta berbulu itu hampir menjentuh sasarannja, dia mendjerit kesakitan seperti babi dipotong. "Aduuuuhh...!" Dan bertepatan dengan itu, dengan disertai suara patahnja sebuah kursi, si gemuk rubuh terbanting dengan menerbitkan suara berisik. Beberapa tamu jang ketika itu masih berada disitu membuka suaranja, tertawa geli, karena dia rubuh dengan perut diawah, hingga kontan, empat tulang giginja patah tjopot dengan menjemburkan darah segar. Jang hebat karena dia bertubuh gemuk sedang hadjaran agaknja keras sekali dia rubuh dengan tidak sadarkan diri pula, hingga membuat orang2 jang tadi tertawa menjaksikannja mendjadi berubah kaget sekali. "Perkara djiwa! Perkara djiwa!" demikian mereka berteriak. Malah beberapa orang, melihat gelagat kurang baik ini segera menjingkirkan diri. Tidak terketjuali tuan rumah, si pemilik rumah makan. Sementara itu, orang jang hidungnja pesek tadi, jang agaknja mendjadi pemimpin gerombolan, ketika menjaksikan kedjadian ini, mendjadi terkedjut dan gusar sekali. Segera ia pun memberikan komando kepada kawan2nja untuk segera serentak mengerojok. "Berhenti!" tiba2 terdengar satu suara bentakan. Keren dan berpengaruh sekali, hingga membuat semua orang2 bawaannja si gemuk tadi jang ketika itu hendak mengajunkan goloknja, berhenti tiba2. Dan sebaliknja, mereka menundukkan kepalanja dengan masing2 tangannja diturunkan lurus kebawah menghadap kemuka pintu dimana kini terdapat berdiri seseorang jang tubuhnja pendek gemuk dengan didadanja terdapat melintang sebatang golok besar. Dibelakang dia ini berdiri djuga dua orang jang tidak kurang garang. Melihat orang2 ini, segera Siang Tjoe pun menjiapkan lima batang piauw duri tjemara untuk memberi pertolongan pada sipemuda tjakap dimana perlu. "Keluar kalian!" membentak orang jang baru datang itu kepada orang2 jang hendak mengerojok. Suaranja keras bagaikan bunjinja guntur. "Ja. Keluar semua, hajo keluar?" menambahi si pemuda tjakap sambil ter-tawa2. Matanja dibesarkan dengan kedua bidjinja berdjelilatan seperti hendak lontjat, sedang tangannja tidak berhenti meng- gebah2. "Hajo keluar! keluar!" demikian dia masih mengedjek-edjek, seperti tidak mempedulikan mereka jang mendjadi gusar sekali dan dengan melototkan mata terpaksa berlalu. "Mana pemilik rumah makan ini!" berteriak orang jang suaranja berpengaruh tadi. "Lekas keluar!" "Ja... ja... ja..." terdengar suara sikuasa jang muntjul dengan tiba2 dari bawah medja. Suaranja bergemetaran, demikian djuga seluruh tubuhnja. "Thay-ya, maafkan... Aduh!" Terdengar kuasa ini mendjerit kesakitan. Ternjata tanpa terlihat lagi akan gerakan tangan orang itu, ia merasakan tiba2 pipinja sakit sekali. "Tahan!" mendadak terdengar si pemuda tjakap berseru sambil dia mentjelatkan tubuh kearah orang jang tangannja ringan tadi. "Bukan dia jang bersalah. Berurusanlah dengan ku!" dan bertepatan dengan habisnja kata2 itu, ia pun tiba dihadapan orang jang tubuhnja pendek gemuk tadi jang mendjadi terkedjut akan kegesitan gerakan tubuh sipemuda. Dan... menjaksikan gerakan ini, Siang Tjoe pun menghela napas lega. Karena tahulah ia, kalau pemuda itu sedikitnja mempunjai kepandaian jang tjukup tinggi, jang dengan gerakan Ajam Langit Menjembah Radja, dilain saat telah berdiri tegak di tengah2, antara si kuasa dan orang jang pendek gemuk. Gusar sekali dia ini karena diperhina demikian rupa, hingga misainja bergerak-gerak. "Persetan! Botjah tidak tahu selatan. Minggir!" dia berseru, seraja menggerakkan kedua tangannja menghantam dada orang. Akan tetapi, ternjata si pemuda mempunjai kegesitan tubuh jang tjukup tinggi. Dimana dengan sebat dia mundurkan tubuhnja kebelakang selangkah, hingga dengan demikian diapun terhindar dari bahaja dada mendjadi remuk. Karena gagalnja serangannja tadi, orang tersebut agaknja mendjadi semakin gusar sekali, dan membarengi serangannja pertama barusan, dia pun madjukan pula tubuhnja selangkah seraja mengiringi itu tangannja dengan gerakan jang lebih berbahaja dari tadi, telah bekerdja pula. Dan meneladani dia ini, kedua kawannja djuga telah merangsek madju dengan gerakan jang mendjepit dari kanan dan kiri. "Ha ha! Ha ha!" Tiba2 terdengar si pemuda tjakap tertawa. "Tidak bermalu! Tiga tua bangka mengerubuti satu anak ketjil," dan mengiringi itu, dari punggungnja dia pun telah mentjabut sebatang pedang jang kemudian diputarnja sedemikian rupa hingga membuat dengan terpaksa ketiga orang jang mengerubutinja bertangan kosong berkelit mundur untuk kemudian mentjabut pula masing2 sendjatanja. jakni toja, tombak dan golok besar. Dan sedetik kemudian keempat orang ini pun telah bertempur hebat. Terkedjut Siang Tjoe menjaksikan tjara bertempurnja pemuda tjakap itu. Dia bertempur dengan gerakan jang hampir sedjalan dengan jang dilakukan Kin Bian Lioe tempo hari, diguhanja. Hanja bedanja dia ini mempunjai gerakan tubuh jang terlebih sebat. Lintjah sekali gerakannja, hingga baharu sadja bertempur belasan djurus pemuda itu telah berhasil membuat hampir kotjar-katjir pertahanan ketiga pengerojoknja jang barusan telah pentang mulut besar2. Sementara itu, karena bertempurnja keempat orang itu dengan menggunakan sendjata, ruangan rumah makan pun jang tadinja ramai sekarang sudah mendjadi lengang sekali. Disitu ketjuali Siang Tjoe jang ketika itu sedang dengan tenang2 menjaksikan mereka jang bertempur, tiada lagi kedapatan lain tetamu. Hebat sekali pemuda tjakap itu mempergunakan pedangnja, hingga se-akan2 tubuhnja bergerak sebagai seekor naga jang turun dari angkasa. Jang terlihat hanja sinar pedangnja sadja berkelebat kesana kemari, melibat ketiga orang musuh2nja. Satu kali, pada waktu pemuda tersebut menggunakan tangan kirinja mengelakkan sendjata salah satu lawannja, pedang ditangan kanannja menjerang leher lawan jang kedua dan kaki kanannja melajang menendang lambung dengan gerak tipu Ajam Emas Mematuk Elang. Hebat sekali serangan ini, hingga kedua lawan jang mendjadi kawannja sipendek gemuk tadi jang memangnja sudah pening itu menggunakan masing2 sendjatanja menangkis serangan pedang dan dupakan kaki jang berbahaja itu. Serangan ini mereka dapat menghindarkannja, akan tetapi diluar dugaan ternjata kedua serangan serempak itu hanjalah merupakan pantjingan sadja dan mentjari lowongan, karena setjepat berkelebatnja kilat, pedang kaki kiri sipemuda telah meluntjur pula dan tanpa dapat ditahan lagi pedang amblas dibahu kanan dan kaki bersarang kebagian kempolan kedua lawannja itu! Tanpa ampun pula, kedua orang ini rubuh dengan mengeluarkan djeritan menjajatkan hingga membuat keder dan kalut pikiran orang jang pendek gemuk. Lekas2 golok besarnja dia kebaskan dan mengiringi itu digerakkannja kakinja dengan niat hendak lompat kabur. "Ha ha ha! Tunggu sahabat. Tidak pantas untuk datang tanpa meninggalkan tanda mata!" membarengi itu, mendahului bergeraknja tubuh orang, udjung pedang sipemuda tjakap telah meluntjur pula mengantjam bebokong orang jang tadi berbesar mulut. "Ah! Kamu kedjam sekali!" berseru Siang Tjoe dalam hatinja jang mendjadi tidak senang menjaksikan ketelengasan si pemuda, dan iapun menjiapkan dua batang duri tjemara untuk memberikan pertolongan pada orang jang sudah tidak berdaja itu. Menurut perasaannja dengan melukakan tiga orang, sipemuda sudah bolehlah merasa lebih dari tjukup. Namun pada saat itu, tiba2 matanja jang djeli melihat dari arah djendela melesat sesosok bajangan orang. Gesit sekali hingga dapatlah dipastikan dilihat dari gerakannja, sedikitnja bajangan itu memiliki kepandaian dari tingkat tinggi. Sebentar sadja sudah berada di-tengah2, diantara sipemuda tjakap dan orang jang pendek gemuk tadi. Dia itu- orang jang baru datang tadi - ternjata adalah seorang tosu (imam) - tepat seperti jang diduga Siang Tjoe - paling rendah lima puluh tahun. Djenggotnja bertjabang tiga. Air mukanja menundjukkan, bahwa dia adalah seorang jang telah puas berkelana dikalangan kangouw. Sedang kedua bidji matanja ber-sinar2 tadjam. Hebat sekali tenaga lweekang imam ini, karena dengan hanja tenaga kebutan lengan badjunja sadja dia telah berhasil menjampingkan meluntjurnja udjung pedang, hingga terhindarlah sipendek gemuk itu dari antjaman bebokong tertambus pedang. "Bagus!" terdengar berseru sipemuda. "Sekarang tambah satu pengerojok lagi. Hajo datangkan pula empat puluh. Thayya Giok Tek Tek mu tidak akan tinggal lari!" Agaknja dia ini tidak mendjadi djeri, walaupun sudah mengetahui kalau tenaga lweekang lawan djauh lebih kuat dari padanja. "Bangsat mulut ringan!" membentak siorang pendek gemuk. "Djangan kurang adjar. Lebarkanlah matamu, berhadapan dengan siapa kamu sekarang!" "Dengan seorang tosu berhidung kerbau!" djawab sipemuda seraja putar pedangnja mendahului menjerang imam tersebut dengan menggunakan tipu Baji Langit Nangis Menjerit. Sedang tosu tersebut jang merasa tersinggung karena edjekan tadi, dan lalu telah diserang setjara hebat sekali oleh pemuda dihadapannja jang mengaku bernama Giok Tek Tek itu mendjadi gusar sekali. Segera setelah memperingatkan siorang pendek gemuk jang rupanja mendjadi kawannja supaja mundur, tanpa sungkan2 pula telah mentjabut sendjatanja, sebatang sendjata alat tulis, untuk kemudian dengan sendjata tersebut dia tangkis datangnja serangan pedang, hingga dilain saat kedua orang inipun telah bertempur seru! Kekuatan mereka hampir seimbang. Dengan ilmu kepandaian menggunakan sendjata alat tulis, si imam hebat luar biasa dan menakdjubkan sekali karena setelah bertempur kurang lebih enam belas djurus, tiba2 imam itu berseru njaring dan gerakan sendjatanja jang djuga digunakan sebagai alat penotok djalan darah berubah sedemikian rupa hingga kini sinar sendjatanja berkelebat dan me- njambar2 dengan terlebih ganas daripada tadi hingga tubuhnja sama sekali tertutup dan sinar alat tulis itu kini mengurung Giok Tek Tek dengan buasnja! Siang Tjoe jang menjaksikannja, tanpa terasa telah mengeluarkan seruan tertahan, karena tidak pernah menduganja kalau imam tersebut jang mendjadi kawannja sipendek gemuk, seorang berandalan, mempunjai kepandaian jang demikian hebat. Sedang Tek Tek, sipemuda tjakap, kini bertempur dengan bersungguh hati. Tidak lagi ia memandang rendah lawan baru ini. Ini terlihat dari tjaranja dia bersilat, dan raut mukanja jang telah mendjadi tegang sekali. Setiap serangannja, si imam selalu mengantjam dengan serangan maut jang sukar sekali dapat ditangkis. Kalau sadja jang menghadapinja bukan Giok Tek Tek jang barusan telah berhasil mengalahkan tiga lawan, tentu dalam beberapa gebrakan sadja dia sudah djatuh roboh! Dengan tidak kurang lintjah dan gesitnja Tek Tek melakukan perlawanan dengan pedangnja dan tjepat melebihi tjepatnja ketika tadi, pedangnja digerakkan dengan terlebih tjepat mengimbangi datangnja serangan sang laan jang bergelombang itu. Akan tetapi selama ini ia hanja dapat bertahan sadja, oleh karena sedikitpun ia tidak diberi kesempatan untuk membalas. Sendjata alat tulis lawan amat tjepat bergeraknja hingga sama sekali tidak ada kesempatan baginja untuk lebih memperhebat serangannja. Tiap kali pedangnja dapat menangkis sendjata lawan, maka alat tulis jang tertangkis itu bukan terpental kembali, melainkan sebagai ada tenaga jang mendorong sendjata tersebut membal balik setjara otomatis! Belum pernah agaknja pemuda itu menghadapi lawan setangguh ini. Ini djelas tertampak pada air mukanja jang berubah menundjukkan rasa gugup dan kagum. Namun sebagai seorang jang tentunja adalah paling rendah mendjadi murid seorang partai ternama, tentu sadja ia ingin mempertahankan nama gurunja. Demikianlah walaupun per-lahan2 dirinja terdesak, dia masih sempat untuk mengeluarkan seluruh kepandaiannja, mempertahankan diri agar tidak lantas rubuh. Akan tetapi, gerakan sendjata alat tulis si imam makin lama semakin mendjadi ganas dan mendesak dengan hebat sekali, sama sekali sedikitpun ia tidak diberi kelonggaran. Pada suatu ketika, pemuda itu - Giok Tek Tek - melihat sendjata lawan meluntjur tjepat sekali mengantjam kepalanja, segera dengan menggunakan udjung pedangnja dia mentjoba untuk merampas alat tulis itu dengan djalan 'menangkap'. Akan tetapi pada saat itu, pada saat ia bergembira jang ia kira usahanja akan berhasil, dengan gerakan jang benar2 diluar perhitungannja dan tjepat sekali, kaki kanan imam itu bergerak mendupak perutnja dengan ketjepatan luar biasa! Giok Tek Tek jang ketika itu sedang memusatkan perhatiannja untuk merampas sendjata lawan, tidak menduganja sama sekali dan tidak berdaja pula untuk menghindarkannja. Maka dengan lantas iapun mengerahkan tenaga lweekangnja untuk menghindarkan diri agar ia tidak mendapat luka dalam jang terlebih parah. "Duk!" tendangan tepat mengenai sasarannja hingga tidak ampun pula tubuh pemuda itu ter-hujung2 mundur. Dan membarengi itu, terdengar imam tersebut membentak. "Kawan2! Mari lihat. Bukankah ini orangnja jang telah mentjuri lima belas potong emas hasil kita?" Lalu bersamaan dengan habisnja kata2nja, diapun telah menggerakkan pula sendjatanja menghadjar dada lawan jang ketika itu sedang merasakan sakitnja. Akan tetapi, disaat itu, disaat pemuda tersebut menghadapi kehantjurannja, dimana dia sudah tidak berdaja apa2 pula, tiba2 dari arah sebelah kiri tertampak melajang sebuah piauw. Ringan sekali kelihatannja sendjata rahasia tersebut karena agaknja hanja terbuat dari bahan kaju, akan tetapi oleh karena tenaga menjambitnja tjukup besar, maka tidak ampun pula udjung sendjata alat tulis si imam jang hampir mengenai sasarannja, mendjadi melentjeng kekanan, dengan si imamnja sendiri mendjadi terkedjut sekali!
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah
"Dua potong badju sadja belum tjukup!" teriak si djongos, jang tahu2 sudah sambar kopiah orang, serta menambahkan : "Dasar hari sial bagi kita! Nah. Sudah. Pergilah!" Terpaksa, kedua orang ini ngelojor pergi. Memerah muka mereka bahna menahan malu. Puas Siang Tjoe menjaksikan ini. Ia keringkan pula dua tjawan. Ketika ia menoleh kepada si pemuda tjakap, dia itu masih duduk minum. Tiba2 ia ingat suatu apa. "Bukankah sudah pasti kedua orang tadi bukan manusia baik2? Tentulah mereka adalah orang2 sebawahan. Mendapat hinaan jang mana barusan mereka tidak dapat berbuat apa2, tentulah sepulangnja mereka akan mengadu kepada kepalanja..." Berpikir demikian, ia pun berbangkit. Niatnja hendak dihampirinja pemuda tersebut. Namun tiba2 dimuka rumah makan terdengar suara ribut2 dan menjusul mana belasan orang jang wadjahnja bengis2 serta tinggi besar-tinggi besar berdjalan masuk hingga menerbitkan suara berisik. Diantara mereka terdapat kedua orang tadi jang kini sudah berpakaian. Dia ini menundjuk-nundjuk sipemuda tjakap. Langsung belasan orang2 ini menghampirinja. Salah satu diantaranja, jang hidungnja pesek dan bertjabang bauk segera menghampirinja. Sedang belasan kawan2nja, jang rupanja mendjadi begundalnja lantas mengurung. Sikap mereka garang sekali. Segera dengan datangnja orang2 ini, ruangan rumah makan pun berubah panik. Bahkan beberapa orang tamu bernjali ketjil, segera setelah membajar djumlah harga jang dimakan meninggalkan rumah makan tersebut. Si gemuk tamu tadi jang dari wadjah mukanja masih kelihatan mendongkol segera sambil mentjatji maki melajangkan tangannja hendak mendjambak dada orang. Lain benar sikap dia ini daripada tadi. Galak dan bengis sekali. Akan tetapi, mendadak sebelum tangannja jang besar serta berbulu itu hampir menjentuh sasarannja, dia mendjerit kesakitan seperti babi dipotong. "Aduuuuhh...!" Dan bertepatan dengan itu, dengan disertai suara patahnja sebuah kursi, si gemuk rubuh terbanting dengan menerbitkan suara berisik. Beberapa tamu jang ketika itu masih berada disitu membuka suaranja, tertawa geli, karena dia rubuh dengan perut diawah, hingga kontan, empat tulang giginja patah tjopot dengan menjemburkan darah segar. Jang hebat karena dia bertubuh gemuk sedang hadjaran agaknja keras sekali dia rubuh dengan tidak sadarkan diri pula, hingga membuat orang2 jang tadi tertawa menjaksikannja mendjadi berubah kaget sekali. "Perkara djiwa! Perkara djiwa!" demikian mereka berteriak. Malah beberapa orang, melihat gelagat kurang baik ini segera menjingkirkan diri. Tidak terketjuali tuan rumah, si pemilik rumah makan. Sementara itu, orang jang hidungnja pesek tadi, jang agaknja mendjadi pemimpin gerombolan, ketika menjaksikan kedjadian ini, mendjadi terkedjut dan gusar sekali. Segera ia pun memberikan komando kepada kawan2nja untuk segera serentak mengerojok. "Berhenti!" tiba2 terdengar satu suara bentakan. Keren dan berpengaruh sekali, hingga membuat semua orang2 bawaannja si gemuk tadi jang ketika itu hendak mengajunkan goloknja, berhenti tiba2. Dan sebaliknja, mereka menundukkan kepalanja dengan masing2 tangannja diturunkan lurus kebawah menghadap kemuka pintu dimana kini terdapat berdiri seseorang jang tubuhnja pendek gemuk dengan didadanja terdapat melintang sebatang golok besar. Dibelakang dia ini berdiri djuga dua orang jang tidak kurang garang. Melihat orang2 ini, segera Siang Tjoe pun menjiapkan lima batang piauw duri tjemara untuk memberi pertolongan pada sipemuda tjakap dimana perlu. "Keluar kalian!" membentak orang jang baru datang itu kepada orang2 jang hendak mengerojok. Suaranja keras bagaikan bunjinja guntur. "Ja. Keluar semua, hajo keluar?" menambahi si pemuda tjakap sambil ter-tawa2. Matanja dibesarkan dengan kedua bidjinja berdjelilatan seperti hendak lontjat, sedang tangannja tidak berhenti meng- gebah2. "Hajo keluar! keluar!" demikian dia masih mengedjek-edjek, seperti tidak mempedulikan mereka jang mendjadi gusar sekali dan dengan melototkan mata terpaksa berlalu. "Mana pemilik rumah makan ini!" berteriak orang jang suaranja berpengaruh tadi. "Lekas keluar!" "Ja... ja... ja..." terdengar suara sikuasa jang muntjul dengan tiba2 dari bawah medja. Suaranja bergemetaran, demikian djuga seluruh tubuhnja. "Thay-ya, maafkan... Aduh!" Terdengar kuasa ini mendjerit kesakitan. Ternjata tanpa terlihat lagi akan gerakan tangan orang itu, ia merasakan tiba2 pipinja sakit sekali. "Tahan!" mendadak terdengar si pemuda tjakap berseru sambil dia mentjelatkan tubuh kearah orang jang tangannja ringan tadi. "Bukan dia jang bersalah. Berurusanlah dengan ku!" dan bertepatan dengan habisnja kata2 itu, ia pun tiba dihadapan orang jang tubuhnja pendek gemuk tadi jang mendjadi terkedjut akan kegesitan gerakan tubuh sipemuda. Dan... menjaksikan gerakan ini, Siang Tjoe pun menghela napas lega. Karena tahulah ia, kalau pemuda itu sedikitnja mempunjai kepandaian jang tjukup tinggi, jang dengan gerakan Ajam Langit Menjembah Radja, dilain saat telah berdiri tegak di tengah2, antara si kuasa dan orang jang pendek gemuk. Gusar sekali dia ini karena diperhina demikian rupa, hingga misainja bergerak-gerak. "Persetan! Botjah tidak tahu selatan. Minggir!" dia berseru, seraja menggerakkan kedua tangannja menghantam dada orang. Akan tetapi, ternjata si pemuda mempunjai kegesitan tubuh jang tjukup tinggi. Dimana dengan sebat dia mundurkan tubuhnja kebelakang selangkah, hingga dengan demikian diapun terhindar dari bahaja dada mendjadi remuk. Karena gagalnja serangannja tadi, orang tersebut agaknja mendjadi semakin gusar sekali, dan membarengi serangannja pertama barusan, dia pun madjukan pula tubuhnja selangkah seraja mengiringi itu tangannja dengan gerakan jang lebih berbahaja dari tadi, telah bekerdja pula. Dan meneladani dia ini, kedua kawannja djuga telah merangsek madju dengan gerakan jang mendjepit dari kanan dan kiri. "Ha ha! Ha ha!" Tiba2 terdengar si pemuda tjakap tertawa. "Tidak bermalu! Tiga tua bangka mengerubuti satu anak ketjil," dan mengiringi itu, dari punggungnja dia pun telah mentjabut sebatang pedang jang kemudian diputarnja sedemikian rupa hingga membuat dengan terpaksa ketiga orang jang mengerubutinja bertangan kosong berkelit mundur untuk kemudian mentjabut pula masing2 sendjatanja. jakni toja, tombak dan golok besar. Dan sedetik kemudian keempat orang ini pun telah bertempur hebat. Terkedjut Siang Tjoe menjaksikan tjara bertempurnja pemuda tjakap itu. Dia bertempur dengan gerakan jang hampir sedjalan dengan jang dilakukan Kin Bian Lioe tempo hari, diguhanja. Hanja bedanja dia ini mempunjai gerakan tubuh jang terlebih sebat. Lintjah sekali gerakannja, hingga baharu sadja bertempur belasan djurus pemuda itu telah berhasil membuat hampir kotjar-katjir pertahanan ketiga pengerojoknja jang barusan telah pentang mulut besar2. Sementara itu, karena bertempurnja keempat orang itu dengan menggunakan sendjata, ruangan rumah makan pun jang tadinja ramai sekarang sudah mendjadi lengang sekali. Disitu ketjuali Siang Tjoe jang ketika itu sedang dengan tenang2 menjaksikan mereka jang bertempur, tiada lagi kedapatan lain tetamu. Hebat sekali pemuda tjakap itu mempergunakan pedangnja, hingga se-akan2 tubuhnja bergerak sebagai seekor naga jang turun dari angkasa. Jang terlihat hanja sinar pedangnja sadja berkelebat kesana kemari, melibat ketiga orang musuh2nja. Satu kali, pada waktu pemuda tersebut menggunakan tangan kirinja mengelakkan sendjata salah satu lawannja, pedang ditangan kanannja menjerang leher lawan jang kedua dan kaki kanannja melajang menendang lambung dengan gerak tipu Ajam Emas Mematuk Elang. Hebat sekali serangan ini, hingga kedua lawan jang mendjadi kawannja sipendek gemuk tadi jang memangnja sudah pening itu menggunakan masing2 sendjatanja menangkis serangan pedang dan dupakan kaki jang berbahaja itu. Serangan ini mereka dapat menghindarkannja, akan tetapi diluar dugaan ternjata kedua serangan serempak itu hanjalah merupakan pantjingan sadja dan mentjari lowongan, karena setjepat berkelebatnja kilat, pedang kaki kiri sipemuda telah meluntjur pula dan tanpa dapat ditahan lagi pedang amblas dibahu kanan dan kaki bersarang kebagian kempolan kedua lawannja itu! Tanpa ampun pula, kedua orang ini rubuh dengan mengeluarkan djeritan menjajatkan hingga membuat keder dan kalut pikiran orang jang pendek gemuk. Lekas2 golok besarnja dia kebaskan dan mengiringi itu digerakkannja kakinja dengan niat hendak lompat kabur. "Ha ha ha! Tunggu sahabat. Tidak pantas untuk datang tanpa meninggalkan tanda mata!" membarengi itu, mendahului bergeraknja tubuh orang, udjung pedang sipemuda tjakap telah meluntjur pula mengantjam bebokong orang jang tadi berbesar mulut. "Ah! Kamu kedjam sekali!" berseru Siang Tjoe dalam hatinja jang mendjadi tidak senang menjaksikan ketelengasan si pemuda, dan iapun menjiapkan dua batang duri tjemara untuk memberikan pertolongan pada orang jang sudah tidak berdaja itu. Menurut perasaannja dengan melukakan tiga orang, sipemuda sudah bolehlah merasa lebih dari tjukup. Namun pada saat itu, tiba2 matanja jang djeli melihat dari arah djendela melesat sesosok bajangan orang. Gesit sekali hingga dapatlah dipastikan dilihat dari gerakannja, sedikitnja bajangan itu memiliki kepandaian dari tingkat tinggi. Sebentar sadja sudah berada di-tengah2, diantara sipemuda tjakap dan orang jang pendek gemuk tadi. Dia itu- orang jang baru datang tadi - ternjata adalah seorang tosu (imam) - tepat seperti jang diduga Siang Tjoe - paling rendah lima puluh tahun. Djenggotnja bertjabang tiga. Air mukanja menundjukkan, bahwa dia adalah seorang jang telah puas berkelana dikalangan kangouw. Sedang kedua bidji matanja ber-sinar2 tadjam. Hebat sekali tenaga lweekang imam ini, karena dengan hanja tenaga kebutan lengan badjunja sadja dia telah berhasil menjampingkan meluntjurnja udjung pedang, hingga terhindarlah sipendek gemuk itu dari antjaman bebokong tertambus pedang. "Bagus!" terdengar berseru sipemuda. "Sekarang tambah satu pengerojok lagi. Hajo datangkan pula empat puluh. Thayya Giok Tek Tek mu tidak akan tinggal lari!" Agaknja dia ini tidak mendjadi djeri, walaupun sudah mengetahui kalau tenaga lweekang lawan djauh lebih kuat dari padanja. "Bangsat mulut ringan!" membentak siorang pendek gemuk. "Djangan kurang adjar. Lebarkanlah matamu, berhadapan dengan siapa kamu sekarang!" "Dengan seorang tosu berhidung kerbau!" djawab sipemuda seraja putar pedangnja mendahului menjerang imam tersebut dengan menggunakan tipu Baji Langit Nangis Menjerit. Sedang tosu tersebut jang merasa tersinggung karena edjekan tadi, dan lalu telah diserang setjara hebat sekali oleh pemuda dihadapannja jang mengaku bernama Giok Tek Tek itu mendjadi gusar sekali. Segera setelah memperingatkan siorang pendek gemuk jang rupanja mendjadi kawannja supaja mundur, tanpa sungkan2 pula telah mentjabut sendjatanja, sebatang sendjata alat tulis, untuk kemudian dengan sendjata tersebut dia tangkis datangnja serangan pedang, hingga dilain saat kedua orang inipun telah bertempur seru! Kekuatan mereka hampir seimbang. Dengan ilmu kepandaian menggunakan sendjata alat tulis, si imam hebat luar biasa dan menakdjubkan sekali karena setelah bertempur kurang lebih enam belas djurus, tiba2 imam itu berseru njaring dan gerakan sendjatanja jang djuga digunakan sebagai alat penotok djalan darah berubah sedemikian rupa hingga kini sinar sendjatanja berkelebat dan me- njambar2 dengan terlebih ganas daripada tadi hingga tubuhnja sama sekali tertutup dan sinar alat tulis itu kini mengurung Giok Tek Tek dengan buasnja! Siang Tjoe jang menjaksikannja, tanpa terasa telah mengeluarkan seruan tertahan, karena tidak pernah menduganja kalau imam tersebut jang mendjadi kawannja sipendek gemuk, seorang berandalan, mempunjai kepandaian jang demikian hebat. Sedang Tek Tek, sipemuda tjakap, kini bertempur dengan bersungguh hati. Tidak lagi ia memandang rendah lawan baru ini. Ini terlihat dari tjaranja dia bersilat, dan raut mukanja jang telah mendjadi tegang sekali. Setiap serangannja, si imam selalu mengantjam dengan serangan maut jang sukar sekali dapat ditangkis. Kalau sadja jang menghadapinja bukan Giok Tek Tek jang barusan telah berhasil mengalahkan tiga lawan, tentu dalam beberapa gebrakan sadja dia sudah djatuh roboh! Dengan tidak kurang lintjah dan gesitnja Tek Tek melakukan perlawanan dengan pedangnja dan tjepat melebihi tjepatnja ketika tadi, pedangnja digerakkan dengan terlebih tjepat mengimbangi datangnja serangan sang laan jang bergelombang itu. Akan tetapi selama ini ia hanja dapat bertahan sadja, oleh karena sedikitpun ia tidak diberi kesempatan untuk membalas. Sendjata alat tulis lawan amat tjepat bergeraknja hingga sama sekali tidak ada kesempatan baginja untuk lebih memperhebat serangannja. Tiap kali pedangnja dapat menangkis sendjata lawan, maka alat tulis jang tertangkis itu bukan terpental kembali, melainkan sebagai ada tenaga jang mendorong sendjata tersebut membal balik setjara otomatis! Belum pernah agaknja pemuda itu menghadapi lawan setangguh ini. Ini djelas tertampak pada air mukanja jang berubah menundjukkan rasa gugup dan kagum. Namun sebagai seorang jang tentunja adalah paling rendah mendjadi murid seorang partai ternama, tentu sadja ia ingin mempertahankan nama gurunja. Demikianlah walaupun per-lahan2 dirinja terdesak, dia masih sempat untuk mengeluarkan seluruh kepandaiannja, mempertahankan diri agar tidak lantas rubuh. Akan tetapi, gerakan sendjata alat tulis si imam makin lama semakin mendjadi ganas dan mendesak dengan hebat sekali, sama sekali sedikitpun ia tidak diberi kelonggaran. Pada suatu ketika, pemuda itu - Giok Tek Tek - melihat sendjata lawan meluntjur tjepat sekali mengantjam kepalanja, segera dengan menggunakan udjung pedangnja dia mentjoba untuk merampas alat tulis itu dengan djalan 'menangkap'. Akan tetapi pada saat itu, pada saat ia bergembira jang ia kira usahanja akan berhasil, dengan gerakan jang benar2 diluar perhitungannja dan tjepat sekali, kaki kanan imam itu bergerak mendupak perutnja dengan ketjepatan luar biasa! Giok Tek Tek jang ketika itu sedang memusatkan perhatiannja untuk merampas sendjata lawan, tidak menduganja sama sekali dan tidak berdaja pula untuk menghindarkannja. Maka dengan lantas iapun mengerahkan tenaga lweekangnja untuk menghindarkan diri agar ia tidak mendapat luka dalam jang terlebih parah. "Duk!" tendangan tepat mengenai sasarannja hingga tidak ampun pula tubuh pemuda itu ter-hujung2 mundur. Dan membarengi itu, terdengar imam tersebut membentak. "Kawan2! Mari lihat. Bukankah ini orangnja jang telah mentjuri lima belas potong emas hasil kita?" Lalu bersamaan dengan habisnja kata2nja, diapun telah menggerakkan pula sendjatanja menghadjar dada lawan jang ketika itu sedang merasakan sakitnja. Akan tetapi, disaat itu, disaat pemuda tersebut menghadapi kehantjurannja, dimana dia sudah tidak berdaja apa2 pula, tiba2 dari arah sebelah kiri tertampak melajang sebuah piauw. Ringan sekali kelihatannja sendjata rahasia tersebut karena agaknja hanja terbuat dari bahan kaju, akan tetapi oleh karena tenaga menjambitnja tjukup besar, maka tidak ampun pula udjung sendjata alat tulis si imam jang hampir mengenai sasarannja, mendjadi melentjeng kekanan, dengan si imamnja sendiri mendjadi terkedjut sekali!