Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Warisan Berdarah - 13

$
0
0
Cerita Silat | Warisan Berdarah | oleh Rajakelana | Warisan Berdarah | Cersil Sakti | Warisan Berdarah pdf

Dewi Sri Tanjung - 10. Rahasia Ki Ageng Tunjung Biru Jaka Sembung - 11. Badai Di Laut Arafuru Pendekar Rajawali Sakti - 103. Gadis Bertudung Bambu Warisan Berdarah - Rajakelana Pendekar Hina Kelana - Jin Yong

“betul dan saya sangat sependapat dengan “ban-pi- kwi” sela ‘Ui-bin-mo”, dan yang lainnyanya pun mengangguk setuju “format pengeroyokan seperti apakah yang ada dalam pikiran “ban-pi-kwi” ?” sela “in-sin-ciang” “jika kita terdiri dari lima dalam satu kelompok, maka format tiga berbayang dua, artinya tiga penyerang utama dan dua penyerang cadangan.” “format yang baik, tapi menurut saya format bersegi akan sulit jika “siauw-taihap” mengeluarkan ilmu moupitnya yang luar biasa.” “betul apa yang disampaikan “sin-jiu-mo” sela iblis buta dan “pak-sin-liong” bersamaan “bagaimana kalian berdua yakin , iblis buta dan juga kamu “pak-sin-liong” ?” tanya “kang-jiu” “kamu aja yang menjelaskan liang-te !” sahut iblis buta “begini rekan-rekan semua, salah satu dasar ilmu moupit “siauw-taihap” adalah jurus kedelapan dari “bun-liong-hoat” yang mana ilmu ini sangat fleksibel menghadapi situasi apapun, terlebih jika format keroyokan bersegi, sangat mudah dimentahkan oleh ilmu moupit ini.” “jika kalian adik beradik tahu, tentu tahu kelemahannya bukan ?” sela “lam-giam-li” “walaupun dasar ilmu itu kami miliki, namun “siauw- taihap” lebih kaya bahasa dari kami, sehingga sulit melihat titik kelemahannya, karena perubahannya akan tidak terduga.” “lalu formasi apa menurutmu yang tepat ?” sela “pek- lui-chiang-kwi” “formasi rantai lebih memungkinkan untuk mengalahkan “siauw-taihap” “bagaimana gambaran formasi rantai ini, “pak-sin- liong” ?” tanya “hengsan-hek-peng” “kedudukan posisi kita tidak boleh bertarik lurus dengan teman atau dengan lawan sendiri, maksud bertarik lurus dari lawan, bahwa kita tidak akan menempati posisi utara-timur-barat-selatan musuh, tapi titik posisi kita tenggara-barat daya-timur laut- barat laut.” “lalu bagaimana dengan tidak bertarik lurus dengan teman ?” tanya “hwa-i-kwi-bo” “jika teman disamping lima depa dari lawan, maka kita tujuh depa atau tiga depa dari lawan.” “hmh…sepertinya kita harus melatih formasi tersebut terlebih dahulu.” sela “huangho-koai.” “benar sekali kata “huangho-koai” timpal “kwi-sim-lo- tong”, semuanya mengangguk membenarkan. “baik, kalau begitu kita sepakat untuk melatih formasi keroyokan terlebih dahulu, lalu adakah hal lain mungkin ?” sela iblis buta. “jika sekiranya kita berhasil menewaskan “siauw- taihap” hal apakah selanjutnya gebrakan dari “tee-tin” ini ?” tanya “kwi-lim-koai” “setelah target pertama selesai, maka jelas membuat pertemuan untuk menunjuk bengcu aliran kita.” sela “ma-bin-kwi” “benar, tapi rampunglah terlebih dahulu target pertama ini.” sela “ui-bin-mo” dan sebagaian besar dari mereka mengangguk setuju, lalu pertemuan itu dilanjutkan dengan makan dan minum hingga larut malam. “Ci-lan-Likoan” (penginapan bunga cilan) dipadati para tamu yang terdiri dari kebanyakan para pedagang yang berasal dari luar kota, siang itu para tamu sedang turun untuk makan siang, ditambah lagi oleh pedagang warga kota dan beberapa orang kalangan kangowu, sepeluh pelayan hilir mudik melayani para tamu, lelaki paruh baya yang menjadi kasir, juga sibuk melayani peengunjung yang hendak membayar makanan. Empat pengawal duduk di gardu menyapa dan menyambut ramah para pengunjung yang keluar masuk, setelah lewat siang, sebuah kereta kuda yang sangat bagus dan gagah menandakan pemiliknya adalah orang berada, ukiran yang menghias disekeliling kereta sangat indah dipandang mata, tirainya yang berwarna warna hijau terbuat dari bahan kain yang mahal, kereta itu berhenti di depan likoan, melihat kereta kuda itu empat panjaga segera mendekat dan berbaris, tubuh mereka sedikit membungkuk menghadap pintu kereta. Seorang lelaki berwajah tampan turun dari kereta kuda dengan senyum yang lembut dan ramah “selamat siang wangwe !” sapa empat penjaga “selamat siang, bagaimana keadaan hari ini ?” “semua baik-baik dan berjalan aman terkendali, wangwe.” “bagus kalau begitu.” sahut lelaki tampan itu masih dengan senyumnya yang ramah, ia melangkah dan memasuki likoan, lelaki yang menjadi kasir segera menyambut dan membungkuk menjura “selamat siang wangwe !” “ya, selamat siang guan-te, bagaimana keadaan tamu-tamu kita ?” “semuanya baik dan merasa nyaman wangwe.” “bagus, jika tidak ada keluhan, karena kenyamanan para tamu merupakan prioritas kita.” ujarnya sambil duduk diruang santai, sebuah ruangan yang dekat dengan ruangan makan, kasir yang bernama Yo-guan itu menemani lelaki tampan dan ramah itu, yang tida lain adalah Han-sai-ku, tiada berapa lama minuman dan seporsi makanan kecil dihidangkan. Han-sai-ku adalah hartawan terkenal di kota kun- ming, likoan yang dirintisnya sangat berhasil dan sukses, setelah berjalan hampir dua puluh tahun, likoan bunga cilan ini yang awalnya hanya satu, kini sudah menjadi lima buah likoan di kota kun-ming, bahkan masih ada lagi lima likoan yang dimilikinya di lima kota terdekat, sejak tadi pagi ia sudah mengunjungi empat likoanya yang lain, dan lewat siang itu ia tiba dilikoannya yang pertama ini. “Guan-te, sambil melihat keadaan likoan hari ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa besok saya dan keluarga hendak keluar kota dan akan memakan waktu yang lama.” “hendak kemanakah wangwe pergi ?” “saya dan keluarga hendak kekota bicu di wilayah selatan.” “oh…alangkah jauhnya tempat itu wangwe, kalau boleh tahu hendak mengunjungi siapakah wangwe dan keluarga di sana ?” “saya dan keluarga hendak mengunjungi ayah saya yang tinggal disana.” “ooo, demikian rupanya, saya doakan semoga perjalanan wangwe dan keluarga selamat, dan tidak ada aral melintang.” “terimakasih Guan-te, dan selama saya tidak ada, baik-baiklah menjaga likoan, dan jangan lupa berkordinasi dengan pimpinan likoan kita yang lain.” “tentu tuan, kami akan berusaha sebaik mungkin.” “baik…kembalilah kerja, dan saya juga akan kembali kerumah untuk mempersiapkan segala hal untuk keberangkatan besok.” ujar Han-sai-ku sambil berdiri “baik tuan..!” sahut Yo-guan dan ikut berdiri, lalu keduanya keluar dari ruangan, Yo-guan mengantar Han-sai-ku hingga naik kedalam kereta kuda, sais yang tadi enak-enak ngobrol dengan empat penjaga, segera bersiap untuk menjalankan kereta kuda. Menjelang sore, Han-sai-ku sampai dirumahnya dibelahan selatan kota, didalam rumah ia disambut istri dan dua orang anaknya, putri sulungnya Han-ci- lan sudah berumur enam belas tahun, dan putra bungsunya Han-liu-tan berumur dua belas tahun. “bagaimana dengan persiapan besok siang-moi ?” tanya Han-sai-ku dengan lembut “semuanya sudah di kemas, dan sudah dinaikkan pelayan kedalam kereta.” “baiklah kalau begitu, jadi kita besok tinggal berangkat.” ujar Han-sai-ku sambil duduk melepas lelah. “koko, sudah sampaikan pada ayah tentang keberangkatan kita ?” “sudah siang-moi, aku hampir satu jam di rumah gak- hu, dan gak-hu maupun gak-bo merestui perjalanan kita.” jawab Sai-ku. “baiklah, sekarang koko mandilah, dan setelah itu kita makan.” “baik, aku akan mandi.” sahut Sai-ku dan bangkit dari duduknya. Keesokan harinya keluarga Han berangkat, Han-sai-ku duduk didepan bersama putranya, sementara istri dan putrinya duduk enak didalam kereta, kereta kuda berjalan dengan santai meninggalkan rumah, beberapa tetangga menyapa ramah hartawan yang dermawan lagi baik hati itu, satu jam kemudian, kereta kuda keluar dari gerbang selatan, dan Han-sai- ku mempercepat lari keretanya yang ditarik empat kuda yang sehat lagi kuat. “ayah, diselatan siapa lagi selain kongkong yang akan saya temui ?” “selain kongkong, kamu akan bertemu dengan pek- pek Han-kwi-ong, lalu pek-pek Han-fei-lun.” “apakah semuanya berada dikota Bicu ?” “tidak Tan-ji, dalam perjalanan ini kita pertema sekali akan bertemu dengan pek-pek kwi-ong yang berada di Huangsan, lalu setelah itu kita akan bertemu kongkong di kota Bicu, dan terakhir kita akan bertemu dengan pek-pek Fei-lun di kota Kaifeng.” “hahaha..hahaha..aku merasa senang ayah, kita akan pergi kebanyak kota, dan tentunya banyak hal yang akan dilihat.” “betul Tan-ji, bahkan kita akan kekota chang-an untuk menjiarahi kong-bo.” ujar Sai-ku sambil senyum melihat kegembiraan putranya. Dua minggu kemudian rombongan keluarga Han sampai di kota Guiyang, mereka menuju “bwee-hoa- likoan” sebuah likoan milik Han-sai-ku, kedatangan mereka disambut Tan-bouw selaku pimpinan “selamat datang tuan, dan keluarga di kota Guiyang.” “selamat berjumpa bouw-twako.” sahut Han-sai-ku sambil melangkah memasuki likoan, lalu keluarga itu dibawa kedalam ruangan khusus yang memang disediakan untuknya jika ia datang kekota ini. “hendak kemanakah Han-wangwe bersama keluarga ?” “kami hendak keselatan bouw-twako.” “wah…perjalanan yang amat jauh, apakah ada hal yang mendesak dan penting disana ?” “hmh…hal yang mendesak tidak adalah bouw-twako, tapi hal penting iya, karena saya hendak mengunjungi ayah dan saudara-saudara saya disana, maklumlah, istri dan anak saya belum pernah bertemu dengan mereka.” “oo, begitu, heheh..hehe…mudah-mudahan perjalanan tuan dan keluarga selamat dan baik-baik saja.” “terimakasih bouw-twako.” sahut Han-sai-ku, lalu makan siang pun dihidangkan, Han-sai-ku dan keluarganya pun makan. Han-sai-ku hanya satu malam menginap di likoan, dan keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan, empat kudanya terlihat segar, setelah istirahat semalaman, bahkan empat kuda itu di servis dengan baik oleh tukang kuda, sepatunya ditukar dan bulunya disikat dan dibersihkan, Han-sai-ku memacu kudanya dengan cepat, kereta kuda itu melintasi jalan berbukit dan kadang menuruni lembah, melintasi areal persawahan penduduk dan hutan belantara. Pada suatu sore keluarga Han melewati hutan diluar kota khangsi, kota pertama wilayah selatan, sebuah kayu besar melintang di tengah jalan, Han-sai-ku menghentikan keretanya, dan dua puluh perampok berdiri di depannya dengan wajah sangar “tinggalkan barang bawaan, jika ingin selamat !” ancam pimpinan rampok “kalian harus enyah dari hadapanku sebelum aku berubah pikiran !” balas Han-sai-ku menantang “sialan…..diancam malah balik mengancam, apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa !?” bentak pimpinan rampok “aku tidak tahu siapa kalian, tapi kuperingatkan sekali lagi enyah kalian dari hadapanku!” “bangsat ! seranaang..!” teriak pimpinan rampok, dua puluh anak buahnya segera menerkam “buk..buk…desss….buk..bukk..plak…” enam perampok terjungkal mencium tanah, dengan luka yang cukup parah, mereka meringis kesakitan, anggota yang lain dan pimpinan rampok terkesima menatap Sai-ku, mereka tidak mengira hanya dalam satu gebrakan enam rekan mereka telah tergeletak tidak berdaya Nyali mereka ciut, hati mereka menjadi gentar, pimpinan rampok kembali sadar dari rasa terkejutnya “ayokk..serang lagi !” teriaknya, empat orang segera bergerak, namun mereka bergerak untuk terlempar dan terjungkal di pukul dan ditendang Han-sai-ku, makin gentar dan pucat anggota perampok, dan mereka terkejut, ketika Han-sai-ku menyerang pimpinan mereka yang kelimpungan mengelak serangan han-sai-ku, hanya tiga gebrakan, pimpinan rampok sudah ambruk dengan mulut berdarah dan tulang paha patah. “ampun…ampunkan saya taihap !” pimpinan rampok memelas seiring rasa sakit yang ia derita, anggota rampok segera berlutut dengan wajah pucat pias “sudah..kalian enyah dari sini, dan jangan lagi coba- coba merampok orang lewat hutan ini !” “ba..baik…taihap, kami jera.” sahut pimpinan perampok, lalu mereka dengan tertatih-tatih meninggalkan Han-sai-ku, Han-sai-ku mendekati pohon yang tumbang, dan sekali tendang pohon itu melayang masuk kedalam hutan, para perampok yang melihat atraksi luar biasa itu makin keder, dan mempercepat langkah mereka. Han-sai-ku kembali naik kekeretanya, Han-liu-tan dengan mata bersinar dan rasa bangga menyambut ayahnya “bagaimana keadaanmu koko ?” tanya istrinya lembut “aku baik-baik saja siang-moi.” sahut Sai-ku sambil menghela kudanya, kudanya berlari congklang dan lama kelamaan lari kuda itu makin cepat, hingga saat senja mereka memasuki kota Khangsi. Han-sai-ku dan keluarga memasuki penginapan untuk melewatkan malam, beberapa tamu yang sedang makan menatap lekat pada rombongan itu, seorang pelayan datang mendekat “sicu ! apa masih ada kamar !?” “masih ada tuan, tapi hanya tinggal satu kamar kecil untuk satu orang ” “tidak apa, kamar itu pun cukuplah.” sahut Han-sai-ku “kalau begitu, marilah tuan !” ajak pelayan, Han-sai-ku dan keluarganya mengikuti pelayan naik ketingkat atas. “ini kamarnya tuan, hanya satu ranjang saja.” “tidak apa dan terimakasih.” sahut Han-sai-ku, lalu merekapun masuk. “malam ini kita tidur dilantai lan-ji, Tan-ji.” “baik ayah, biar ibu saja tidur di ranjang.” sahut Liu- tan “sudah, mumpung baru saja malam, pergilah kalian membersihkan diri !” “baik..ibu.” sahut kedua anaknya, lalu merekapun keluar kamar untuk pergi mandi. Sepasang mata tajam mengintai adik beradik yang berjalan dilorong ruangan, mata itu milik seorang lelaki paruh baya yang gagah dan tampan, ia keluar dari kamarnya dan mengikuti adik beradik tersebut “lopek..dimanakah tempat mandi ? kami hendak mandi.” tanya Ci-lan pada seorang pelayan yang kebetulan berpapasan dengan mereka “oh, kamar mandi ada dibawah, sebelah kiri dari tangga.” jawab pelayan “terimakasih lo-pek.” ujar Liu-tan dan merekapun segera turun “cici duluan ya, Tan-te !” ujar Ci-lan, dan adiknya mengangguk, Ci-lan masuk duluan dan mandi, dan setelah Ci-lan selesai, Liu-tan masuk kedalam kamar mandi, dan Ci-lan duduk dibalai-balai menunggu adiknya, dan baru saja ia duduk, ia segera mengibaskan tangannya, dan sebatang jarum sudah ia jepit di antara jarinya “siapa pembokong yang tidak tahu malau !” bentaknya sambil melempar kembali jarum itu kea rah datangnya, sebuah bayangan melompat dari balik pohon “hehehe..luar biasa, gadis nancantik yang sedang mekar, ternyata ada isi.” “kamu lelaki ceriwis, apa yang kamu lakukan disitu !?” “hehehe….mulutmu sangat indah dan menawan, kamu saying jika dilewatkan.” ujar lelaki berumur itu, ia bergerak cepat hendak menangkap Ci-lan, namun Ci-lan mengelak dan melancarkan serangan balasan, lelaki itu terkejut dan coba menangkap tangan Ci-lan “plak..ugh..” tangan Ci-lan laksana kilat mengelak dan tau-tau sudah menampar pundak lelaki itu, lelaki itu mengeluh terkejut, ia tidak menyangka akan segesit itu gadis yang hendak berumur dewasa dihadapannya ini. Lelaki itu tidak lagi memandang remeh, dan ia pun bergerak cepat untuk menundukkan mangsanya, Ci- lan dengan lincah mengelak dan membalas serangan lelaki itu dengan tidak kalah dahsyatnya, lelaki itu makin penasaran karena hingga dua puluh jurus ia tidak mampu menyentuh gadis muda ini, sementara Liu-tan keluar dari kamar mandi, dan segera mendekat untuk melihat pertempuran yang melibatkan kakaknya di halaman belakang itu. Lelaki itu terpaksa berkelabat pergi, karena ia jadi gentar setelah melihat kemunculan Liu-tan, gadis ini saja sudah bisa mengimbanginya, bagaimana kalau adiknya ikut menyerang, atau bagaimana jika ayah kedua anak ini datang, tentunya ia akan jadi pecundang yang mencari penyakit, pikirnya sambil meninggalkan tempat itu “siapa dia itu cici ?” tanya liu-tan “entahlah, ia tiba-tiba membokong dengan jarum.” Jawabnya sambil mengusap keringatnya “apakah cici baik-baik saja ?” “aku..ah…kepalaku pusing.” keluhnya dan tubuhnya limbung, liu-tan hendak menangkap tubuh kakaknya, namun ayahnya sudah melompat dan menagkap tubuh Ci-lan “kenapa dengan cicimu tan-ji ?” “cici tadi berkelahi dengan seseorang.” “sudah…mari kita cici mu kekamar.” ujar Han-sai-ku, lalu memondong putrinya dan masuk kedalam likoan.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>