Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Panah Kekasih - 91

$
0
0
Cerita Silat | Panah Kekasih | Karya Gu Long | Panah Kekasih | Cersil Sakti | Panah Kekasih pdf

Dewi Sri Tanjung - 10. Rahasia Ki Ageng Tunjung Biru Jaka Sembung - 11. Badai Di Laut Arafuru Pendekar Rajawali Sakti - 103. Gadis Bertudung Bambu Warisan Berdarah - Rajakelana Pendekar Hina Kelana - Jin Yong

Biarpun dia adalah keturunan keluarga persilatan, tapi sejak kecil sudah terbiasa berpandangan tinggi, selain mengagumi ilmu silat sendiri, jarang mau mengagumi kemampuan orang, sehingga tak heran kalau pengalamannya tidak luas. Kini, biarpun dia terkagum-kagum oleh kelihayan kungfu ke lima orang itu, namun gagal untuk mengenali asal usulnya. Tiga puluh gebrakan kemudian, ke dua orang bersaudara ini sudah lebih banyak bertahan daripada menyerang, lambat laun posisi mereka makin keteter dan menunjukkan gejala tak mampu bertahan lama. Sebagaimana diketahui, biarpun murid keluarga Tong lihay dalam ilmu meringankan tubuh serta melepaskan senjata rahasia, tapi dalam hal jurus pukulan dan tendangan, mereka boleh dibilang asor dan kalah jauh dibandingkan perguruan lain. sudah jelas ke lima orang manusia berbaju hitam itu memiliki asal usul yang luar biasa, ketangguhan ilmu silatnya boleh dibilang termasuk jagoan kelas satu, ditambah lagi mereka menyerang secara telengas, tanpa belas kasihan, tak heran kalau kedua orang dari keluarga Tong itu tak sanggup menahan diri. Tian Mong-pek serta Yo Swan bersembunyi dibalik semak sambil menonton jalannya pertarungan, sesaat kemudian mendadak terdengar Yo Swan berbisik: “Jite, apakah kau bisa mengenali asal usul dari bebera pa orang itu?” Setelah termenung sejenak, sahut Tian Mong-pek: “Dari kantung kulit yang tergembol dipinggang muda mudi itu, tampaknya mereka berasal dari keluarga Tong di Suchuan . . . . . . ..” “Delapan puluh persen dugaanmu benar!” “Dua orang bangsa Han yang memainkan pedang itu memiliki gerak serangan yang enteng, bersambungan dan rapat, jika dugaanku tak keliru, mereka berdua pasti berasal dari Bu-tong-pay.” II “Wah, tak nyana ketajaman mata jite luar biasa sekali, puji Yo Swan sambil tertawa, “bisa kau tebal asal usul lelaki jangkung ceking yang bersenjatakan golok panjang itu?” “Dalam dunia persilatan, hanya keluarga Ong dan keluarga Liu yang tinggal di tepi barat sungai besar tersohor karena kemahiran permainan golok panjangnya, sudah pasti orang itu berasal dari kedua keluarga itu.” “Betul, ilmu golok keluarga Ong mengandalkan panjang dan kuatnya senjata, sedang ilmu golok keluarga Liu lebih mengutamakan kelincahan, dilihat kemantapan dan kebuasan permainan lelaki ini, jelas dia berasal dari keluarga Ong.” “sayang siaute tak bisa menebak asal usul dari lelaki bertombak itu, kalau dilihat jurus yang digunakan, rasanya beda sekali dengan jurus pada umumnya.” “Akupun tidak mengenali aliran kungfu orang ini, bila dugaanku tak keliru, kemungkinan besar dia telah melebur jurus dari ilmu senjata lain ke dalam jurus tombaknya.” “Apapun latar belakang mereka, yang jelas berapa orang ini pasti termasuk tokoh tokoh kenamaan, tapi sekarang mereka tampil dengan menutup wajah, jelas niat orang orang ini tidak baik.” Kata Tian Mong—pek. “Jadi jite ingin ikut campur dalam urusan ini?” Tian Mong-pek segera tersenyum. “Ternyata toako bisa membaca jalan pikiran siate.” Bisiknya. Yo Swan ikut tersenyum. “Kalau ingin turut campur dalam kejadian ini, lebih baik jika kita berdua menyusup ke bawah perut kawanan kerbau itu, kemudian lakukan satu gebrakan yang membuat mereka kelabakan!” Maka kedua orang itu pun bergerak cepat, menyusup dari balik kawanan kerbau itu bagaikan ular yang melata. Dipihak lain, dua bersaudara dari keluarga Tong sudah keteter hebat dan mulai bermandikan keringat. Terdengar Hui hong-hong mengumpat dengan penuh amarah: “Kalau toh kalian sudah menggembol tameng, kenapa tidak berani membiarkan nonamu gunakan amgi? Kalau memang bernyali, minggir ke samping, agar nona mu bisa tunjukkan kelihayan.” “Tampaknya kau sedang bermimpi!” dengus manusia berpedang itu sambil tertawa dingin. “Lelaki busuk, tak tahu malu . . . . . ..” jerit Hui Hong-hong. Karena luapan emosi, gerakan tubuhnya sedikit melamban, manfaatkan kesempatan itu satu tusukan pedang menerobos masuk dan . . . . . . .. Sreeet! Merobek ujung bajunya. Terkejut bercampur ngeri, nona itu tak berani mencaci maki lagi. Disisi lain, Hek-yan-cu sudah dipaksa kalang kabut, langkahnya semakin berat sementara kawanan kerbau yang berada disekelilingnya mulai mendengus diikuti terjadinya kegaduhan. Dengan kening berkerut, manusia baju hitam yang bersenjata ruyung diluar arena segera berteriak: “Ping-gui-cu (sobat), harus lebih cepat!” Baru selesai ia berteriak, tiba tiba dari balik perut kerbau muncul sebuah tangan yang langsung menangkap kakinya, baru ia menjerit kaget, tubuhnya sudah roboh terjungkal. Kawanan manusia berbaju hitam itu jadi gaduh, sambil menjerit kaget, teriak mereka: “Celaka, disini ada perangkap.” Sementara itu si walet hitam dan burung hong api pun ikut merasa keheranan, mereka tak bisa menebak darimana datangnya bintang penolong. Begitu berhasil mencengkeram lelaki bersenjata cambuk itu, Tian Mong-pek langsung menotok jalan darahnya. Dalam pada itu Yo Swan telah melompat keluar juga sambil membentak: “Tong lote tak usah kuatir, anak murid Au-sian-kiong telah datang!” Ditengah bentakan, sepasang kepalannya dilancarkan berulang kali, kekuatan sedahsyat sambaran guntur langsung menghajar lelaki bersenjata golok. Dengan satu gerakan cepat, Tian Mong-pek telah mewakili Hui Hong-hong menyambut datangnya sambaran pedang, gerak serangannya jauh lebih dahsyat, dia tangkis pedang yang tajam itu dengan kepalannya. Setelah bertarung berapa gebrakan, tampaknya manusia baju hitam yang bersenjata golok itu sudah mengenali aliran silat yang digunakan Tian Mong—pek berdua, dengan wajah berubah teriaknya: “Celaka, ternyata memang murid au-sian-kiong/” ““Ping-gui-cu (sobat), angin kencang!” teriak rekannya yang bersenjata pedang. Mendadak dia mengayunkan senjatanya membacok punggung kerbau, diiringi jerit kesakitan, kerbau hitam itu berlarian menerjang ke muka. Seketika suasana jadi gaduh dan kacau, kawanan kerbau pun bubar dan kabur ke empat penjuru. Manfaatkan situasi yang kalut itu, ke empat manusia berbaju tersebut segera melarikan diri, dua orang kabur ke tengah kerumunan kuda sedang dua lainnya kabur ke tengah kerumunan domba. Menggunakan kesempatan itu, Hui hong-hong segera merogoh senjata rahasia beracunnya, tanpa ampun dia menghardik nyaring: “Mau kabur ke mana kalian!” Tangannya diayun, selapis pasir hitam seketika menyelimuti angkasa, inilah pasir beracun Cu-bu-tok-sah yang menggetarkan sungai telaga. Kedua orang itu mengobat-abitkan pedangnya tanpa berani berpaling, mereka kabur terbirit birit, lapisan pasir yang hitam pekat pun bagaikan awan gelap menyelimuti belakang tubuh mereka. Hui hong-hong tidak ambil diam, dia ikut mengejar dengan ketatnya. Dipihak lain, jago bersenjata golok dan tombak itu kabur ketengah kerumunan kuda, Hek yan-cu yang nyaris kehilangan nyawa ditangan mereka, bahkan punggungnya sempat terhajar pukulan cambuk, tentu saja tak mau lepas tangan dengan begitu saja, terdorong rasa benci dan dendam, diapun mengejar dengan ketatnya. Hanya saja pemuda ini jauh lebih matang pengetahuannya, dia tak berani sembarangan menggunakan pasir beracun Cu-bu-tok-sa yang sudah diwanti wanti gurunya tak boleh sembarangan digunakan, tangannya diayun, dia hanya melepaskan lima bias cahaya tajam. Menyaksikan kejadian ini, Yo Swan segera berseru: “Jite, coba kau susul kearah sana, enci itu tak tahu tingginya langit tebalnya bumi, jangan sampai pengejarannya malah berakibat ia terjatuh ke tangan lawan. ” Sementara berbicara, ia sendiri sudah menyusul ke arah Hek-yan-cu . . . . . . .. Sebagai manusia licik yang banyak akal, dia ingin tahu, benda mustika apa yang digembol si burung walet hitam ini. Setelah agak termangu sejenak, terpaksa Tian Mong-pek mengejar ke arah Hui Hong-hong. Waktu itu, Hui Hong-hong maupun dua orang lelaki bersenjata pedang itu sudah menyusup masuk ke tengah gerombolan domba, biarpun kawanan domba itu terusik oleh ulah mereka, namun dengan sifatnya yang lemah dan lembut, kegaduhan yang terjadi tidak sampai menimbulkan keonaran. Berulang kali gadis itu melepaskan pasir beracunnya, sayang amgi nya meski ganas dan mematikan, namun tak bisa mencapai jarak yang jauh. Diiringi umpatan penuh amarah, akhirnya gadis itu mengganti senjata rahasianya, kali ini dia gunakan paku beracun. Tampak tujuh bilah cahaya hitam membelah angkasa, diiringi desingan tajam, secara terpisah mengancam jalan darah mematikan di punggung dua orang lelaki itu, biarpun dalam kegelapan, ternyata sasarannya sama sekali tak meleset. Siapa tahu, disaat yang kritis itulah, dua orang lelaki itu membentak nyaring, sambil membalikkan tubuh, mereka menyongsong datangnya ancaman, menyambut kedatangan ke tujuh cahaya hitam itu dengan tamengnya. Hui Hong-hong terkejut sampai berdiri melongo, belum sempat berbuat sesuatu, dua bilah pedang telah menyambar tiba. Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terdesak ini sungguh dahsyat dan mematikan, sasaran yang dituju pun bagian tubuh Hui Hong-hong yang mematikan. Tiga gebrakan kemudian, bahu Hui Hong-hong sudah tersambar senjata lawan hingga berdarah. Ketika mundur dengan sempoyongan, tanpa sengaja kakinya menginjak diatas tanduk seekor domba, sambil mengembik, domba itu kontan mendongakkan tanduknya, tak ampun ujung tanduk menggaet kaki gadis itu hingga si nona tak sanggup berdiri tegak, roboh terjungkal mencium tanah. Serentak dua orang manusia berbaju hitam itu mengayunkan pedangnya, menusuk tubuh gadis itu. Sekonyong-konyong terdengar suara bentakan nyaring, sesosok bayangan manusia meluncur turun bagaikan seekor rajawali, begitu tiba kaki kiri dan kanannya melancarkan tendangan berantai, mengancam wajah dua orang manusia berbaju hitam itu. Gagal melukai lawan, terpaksa orang itu berusaha melindungi diri, ia miringkan badan menghindari tendangan berantai lawan. Tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu, kepalan Tian Mong-pek secara berantai telah melepaskan tujuh buah serangan, semuanya dahsyat bagaikan guntur membelah bumi. Kelihatannya kedua orang manusia berbaju hitam itu su dah dibuat keder oleh kebesaran nama Au-sian-kiong, bukan saja permainan pedang mereka tak bisa dikembangkan, bahkan sambil bertarung mereka mundur terus, lagi-lagi berusaha meloloskan diri. Dengan wajah penuh rasa dendam dan kebencian Hui Hong-hong melesat maju berapa depa, tanpa bersuara apa pun, tiba tiba saja dia ayunkan kembali tangannya, melepaskan pasir beracun! Dalam kagetnya, lelaki baju hitam yang ada disebelah kanan memutar pedang sambil berusaha menahan serangan lawan dengan tamengnya, kemudian ia balik badan sambil berusaha kabur. sayang, biarpun reaksinya cukup cepat, keadaan sudah terlambat, sepasang lengannya terhajar telak oleh pasir beracun itu. Diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati, pedangnya terlepas dari genggaman, menyusul kemudian tubuhnya jatuh terguling ke tanah. Pecah nyali manusia berbaju hitam rekannya, diiringi jeritan kalap, dia kabur makin cepat. “Kau tak bakal bisa lolos dari cengkeramanku!” ejek Hui Hong-hong sambil membentak. Lagi-lagi dia mencoba melakukan pengejaran. Tian Mong—pek segera menghadang jalan perginya seraya menegur: “Buat apa nona harus membunuhnya?” Hui Hong-hong tertegun sesaat, tapi segera bentaknya: “Minggir kamu, jangan mencampuri urusanku!” Tian Mong-pek melirik sekejap, melihat orang berbaju hitam itu sudah pergi jauh dan yakin nona ini tak bakalan bisa menyusul, diapun menyingkir ke samping sambil tertawa dingin. Dengan satu gerakan cepat Hui Hong-hong melintas dari sisi tubuhnya, pada detik terakhir, Tian Mong-pek seakan menyaksikan sen yum bangga menghiasi wajah gadis itu. sambil menghela napas ia gelengkan kepalanya berulang kali, ketika berpaling, perasaan hatinya jadi ngeri. Tampak lelaki berbaju hitam yang terkena pasir beracun itu masih bergulingan diantara kerumunan domba sambil menjerit kesakitan, wajahnya telah hancur berdarah karena cakaran tangannya, keadaan orang itu sungguh mengenaskan. Jeritan penuh kesakitan, rintihan yang memilukan hati menggema ditengah keheningan malam, sesudah bergulingan berapa kali, akhirnya dia berhasil menemukan kembali pedangnya. Jeritnya kemudian dengan nada pilu: “Orang she-Tong, kau . . . . .. kau sangat kejam!” sambil melompat bangun, dia hujamkan pedangnya keatas dada sendiri hingga tembus ke punggung, tampaknya lelaki itu tak kuasa menahan siksaan dan penderitaan yang dialami sehingga lebih rela mati bunuh diri. sambil pejamkan mata, diam diam Tian Mong-pek menghela napas panjang, pikirnya: “Tak heran kalau pasir beracun Cu-bu-tok-sa disegani umat persilatan, II ternyata hasilnya begitu mengerikan . . . . . . . .. Sementara dia masih termenung, dari arah belakang mendadak terdengar suara bentakan nyaring: “semua ini gara gara kau, membuat aku gagal mengejar orang itu!” Tian Mong-pek membuka matanya, memandang Hui Hong-hong sekejap, kemudian dengan kening berkerut dia balik tubuh dan beranjak pergi dari situ.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>