Cerita Silat | Panah Kekasih | Karya Gu Long | Panah Kekasih | Cersil Sakti | Panah Kekasih pdf
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah
Bab 27. Misteri. “Jangan pergi dulu!” seru Hui Hong-hong sambil tertawa. Sekulum senyum kebanggaan kembali tersungging diwajahnya yang dingin. “Sudah begitu jauh kau mengejarku, masa sekarang masih berlagak malu malu kucing?” tambahnya. Tian Mong-pek membalikkan badannya sambil menegur: “Apa maksud nona dengan perkataan itu? Aku tidak mengerti." “Aah, sudahlah! Tak usah berlagak pilon lagi,” kata Hui Hong-hong tertawa, “masa aku tak bisa menduga apa yang sedang kau pikirkan sekarang?" Masih mending kalau dia tidak tertawa, begitu tersenyum, wajahnya semakin membuat hati berdebar. “Aa...apa... apa yang kau ketahui?” tanya Tian Mong-pek setelah tertegun sejenak. “Sebetulnya aku sangat mendongkol karena sepanjang jalan kau ikuti aku terus!" kata Hui Hong-hong. “Tapi.... siapa.... siapa yang sedang mengikutimu?" “Tak usah takut,” kata Hui Hong-hong lagi sambil tertawa, “sekarang aku sudah tak marah, karena kau telah selamatkan aku. Meski aku amat berterima kasih dan berhutang budi, tapi akupun tak bisa mengabulkan permintaanmu dengan begitu saja.” Dengan pandangan penuh rasa cinta, ditatapnya Tian Mong-pek berapa saat. Tak terlukiskan rasa kaget anak muda itu, dengan perasaan terperanjat serunya: “Kau . . . . . .. permintaan apa yang kau kabulkan?" Tiba-tiba Hui Hong-hong berbicara dengan wajah sungguh-sungguh: “Kita semua adalah murid perguruan kenamaan, tidak mungkin bagi orang semacam kita melakukan hubungan secara sembarangan, paling tidak harus dipinang secara terang-terangan.” Tian Mong-pek makin terkesiap, saking kagetnya dia sampai berdiri melongo dengan mata terbelalak. “Dipinang secara terang-terangan . . . . . ..? kau.... jangan-jangan Il kau . . . . . . .. Tiba-tiba Hui Hong-hong menundukkan kepalanya, dengan wajah tersipu bisiknya: “Aku bernama Tong Beng-hong, jangan lupa, aku menunggumu dirumah . . . . . .. II minta tolong orang untuk meminangku . . . . . . . .. Siapa yang mengira kalau si nona yang begitu galak, tiba tiba saja jadi malu dan tersipu-sipu, baru selesai bicara, ia sudah balik badan dan meninggalkan tempat itu. Tian Mong-pek makin tercekat, teriaknya: “Nona, tunggu sebentar . . . . . . . .." Hui Hong-hong tertawa cekikikan. “Sebelum kau meminangku secara baik-baik, aku tak akan berbicara denganmu." Kemudian diiringi suara tertawanya yang merdu, ia berlalu dari sana. “Kau keliru besar," teriak Tian Mong-pek setelah termangu sesaat, “sudah II terjadi salah paham, kau . . . . .. kau . . . . . .. Sekuat tenaga ia berusaha memberi penjelasan, tapi Hui Hong-hong tak mau mendengarkan. Saking panik dan cemasnya, pemuda itu sampai mendepakkan kakinya berulang kali, gumamnya sembari garuk-garuk kepala: “Apa apaan ini . . . . . . . . . .." Dia merasa mendongkol, heran bercampur geli, sesudah menghela napas panjang, gumamnya lagi: “Kusangka aku adalah pria yang romantis, siapa tahu gadis itu lebih romantis, bahkan begitu mulai mabok, jauh lebih lihay ketimbang laki laki.....” Semakin dipikir ia merasa makin serba salah: “Hui Hong-hong . . . . .. wahai Hui Hong-hong . . . . . . . . .! bila burung hong terbakar hangus, bukankah dia akan berubah jadi burung gagak?” Padang rumput yang semula sudah terlelap tidur dibalik kegelapan, kini mulai gaduh dan riuh kembali. Ringkikan kuda, dengusan kerbau, jeritan hewan yang ketakutan..... bercampur aduk tak karuan. Tampak belasan orang lelaki bertelanjang dada, berlarian keluar dari dalam tenda, sambil mengayun lecut dan menggiring kawanan hewan yang kalut, teriak mereka berulang kali: “Bandit pencuri kuda, cepat tangkap dan gantung sampai mampus!” Setelah bekerja seharian penuh, kawanan lelaki itu sudah kelelahan hingga begitu mabuk, mereka pun terlelap nyenyak. Kini, begitu terbangun oleh kegaduhan, tak sempat lagi berpakaian, mereka segera menerobos keluar dari selimut dan berlarian keluar. Jangan dilihat orang-orang itu tak pandai bersilat, namun gerak geriknya lincah dan cekatan. Diam-diam Tian Mong-pek tertawa getir, pikirnya: “Kenapa aku masih berdiri mematung disini? Tidak lucu kalau sampai dituduh orang sebagai pencuri kuda dan mati digantung." Berpikir sampai disitu, diapun segera beranjak pergi, mencari jejak Yo Swan. Oo0oo Dengan gerakan tubuh yang cekatan Yo Swan menyusul dibelakang Hek-yan-cu, dalam waktu singkat dia telah menyusup diantara kerumunan kuda. Sepanjang jalan, lelaki bersenjata golok dan tombak itu tak berani melayani pertarungan lawan, karena itu Yo Swan pun tidak mengejar terlalu kencang. Berulang kali Hek-yan-cu melepaskan senjata amginya, sayang tak satupun yang berhasil mengenai sasaran. Maka ke tiga orang itupun melayang diatas punggung kuda, yang membuat kegaduhan ditempat tersebut. Tiba-tiba terlihat orang berbaju hitam itu mengayunkan cambuknya berulang kali, semua lecutan ditujukan kepunggung kawanan kuda, akibatnya diiringi ringkik kesakitan, kawanan kuda itupun berlarian tersebar ke-mana mana. “Sampai jumpa lain kesempatan!" bentak dua orang berbaju hitam itu. Serentak mereka menyusup ke bawah perut kuda dan ikut kabur dari situ. Hek-yan-cu tertegun, dalam keadaan begini, mau tak mau ia turut bergerak mengikuti gelombang kawanan kuda itu, andaikata tidak berbuat begitu, biar tubuhnya terbuat dari baja pun niscaya akan hancur terinjak-injak. Dengan satu gerakan cepat Yo Swan meluncur keatas kuda yang ditunggangi hek-yan-cu itu, dengan dua orang menunggang seekor kuda dan memeluk pemuda itu erat-erat, dia membawa binatang tunggangan itu lolos dari kekacauan. Sambil berpaling dan menghela napas, ujar Hek-yan-cu kemudian: “Terima kasih hengtai telah selamatkan jiwaku, kalau tidak, tak bisa dibayangkan bagaimana nasib siaute hari ini, aai.... bukan saja barang lenyap, mungkin nyawa pun ikut hilang." Yo Swan yang duduk dibelakangnya, seolah tanpa sengaja menyentuh buntalan dipunggung lawan, dia ingin tahu apa isi buntalan tersebut? Dimana tangannya menyentuh, terasa benda dalam buntalan itu keras seperti kotak yang terbuat dari besi, hanya sayang dia tak dapat menduga benda apa yang ada didalam kotak besi itu. Akhirnya ia tak kuasa menahan diri, tanyanya dengan kening berkerut: “Sebenarnya karena apa ke lima orang itu tak segan melakukan perjalanan jauh, mengejar kalian hingga kemari? Apakah hengtai membawa benda mestika yang luar biasa sehingga memancing keinginan ke lima orang itu untuk merebutnya?" “Padahal bukan benda mustika yang luar biasa, tak lebih hanya tumbuhan saja." “Aah, hengtai terlalu memandang rendah aku," seru Yo Swan sambil tertawa dingin, “kalau hanya lantaran tumbuhan, masa ke lima orang itu begitu rela menempuh perjalanan jauh? Atau mungkin hengtai anggap siaute orang tolol?" Tercekat hati Hek-yan-cu, buru-buru sahutnya: “Tapi memang hanya tumbuhan." “Bunga apa? Rumput apa?” desak Yo Swan lebih jauh. Lantaran orang lain berada dibelakang punggungnya, Hek-yan-cu tak berani menampik, terpaksa akunya: “Sebuah tumbuhan beracun, bunga beracun itu bernama toan-jong (pemutus usus) sedang rumput beracun itu bernama Jui-bong (penghancur impian)." “Terlalu banyak tumbuhan beracun di dunia ini, lantas apa keistimewaan tumbuhan itu?” “Bunga beracun itu mah tidak seberapa hebat, justru rumput penghancur impian merupakan benda yang sangat beracun, bukan saja merupakan obat mustika peramu senjata rahasia beracun, bahkan masih memiliki kegunaan lain yang lebih istimewa." “Apa keistimewaannya?" Hek-yan-cu menghela napas panjang, ujarnya: “Hengtai telah selamatkan nyawaku, jadi mau tak mau cayhe harus mengatakannya . . . . . . . .." “Katakan saja." “Siapa bilang cayhe tidak mau bicara," kata Hek-yan-cu sambil tertawa paksa, “bila rumput penghancur impian itu diseduh dalam air teh, dalam setengah jam, nyawa orang itu akan tercabut, bahkan setelah mati, sang korban sama sekali tidak meninggalkan pertanda apapun, dia seakan mati wajar, bahkan diperiksa tabib sakti pun, jangan harap gejala keracunan itu bisa ketahuan. Itulah sebabnya rumput beracun ini tak ternilai harganya." Yo Swan jadi kegirangan setengah mati, diam-diam pikirnya: “Tian Mong-pek wahai Tian Mong-pek, siapa suruh kau suka mencampuri urusan orang lain? Kali ini kau bakal kehilangan nyawa gara gara persoalan ini." Sebagaimana diketahui, selama ini dia selalu berharap bisa menghabisi nyawa Tian Mong-pek, tapi lantaran ia takut perbuatannya terlacak Lan Toa-sianseng, maka selama ini dia tak berani turun tangan sendiri, kuatir rahasianya terbongkar. Tapi sekarang, sesudah tahu kasiat rumput beracun itu, dia jadi kegirangan setengah mati, ia tahu, asal dia campurkan air teh untuk Tian Mong-pek dengan racun rumput ini, niscaya orang lain akan menyangka pemuda itu mati secara wajar. Walaupun senangnya bukan kepalang, diluar dia tetap tampil hambar, katanya: “Ooh, ternyata rumput itu memiliki kasiat yang luar biasa, tak heran orang lain jadi tertarik. Hengtai, bolehkah kau perlihatkan rumput itu kepadaku, biar aku menambah pengetahuanku?” Hek-yan-cu tertegun, ia jadi serba salah. Siapa sangka, sementara dia masih ragu, Yo Swan telah membuka buntalannya dan mengeluarkan sebuah peti besi . . . . . .. Saat itu mereka sedang berada dipunggung kuda yang berlarian kencang, karena tempat duduk yang bergelombang, maka Hek-yan-cu sama sekali tidak merasakan akan hal itu. Setelah membuka peti besi itu, kata Yo Swan sambil tersenyum: “Tak kusangka sebatang rumput kering macam begini, ternyata memiliki kasiat yang luar biasa, aku jadi ingin membawanya pulang dan perlihatkan kepada semua orang." “Maafkan daku, hengtai tak boleh berbuat begitu, rumput itu merupakan benda mustika dan bahan utama membuat pasir beracun cu-bu-tok-sah, sudah berulang kali ayah berpesan agar siaute menjaganya baik baik, aku tak bisa membiarkan benda itu hilang." Diam diam Yo Swan memetik sedikit rumput beracun itu lalu sembunyikan kebalik sakunya, setelah itu ia baru berkata lagi sambil tertawa: “Hahaha, masa sungguhan? Cayhe hanya bergurau saja, harap hengtai jangan panik." Dia tutup kembali kotak besi itu lalu diserahkan kembali ke tangan Hek-yan-cu. Kini si walet hitam baru bisa menghembuskan napas lega, katanya sambil tertawa: “Bukannya siaute pelit, tapi . . . . . . . .." Belum selesai berkata, dari kejauhan sudah terdengar seseorang berteriak memanggil: “Jiko . . . . . .. jiko . . . . .." “Sam-moay, aku berada disini.” Hek-yan-cu segera berteriak sambil menggapai. Ditengah kerumunan hewan, terlihat setitik bayangan merah berlompatan dengan lincahnya, melesat mendekat dengan kecepatan tinggi. “Dimana jite ku?" dengan kening berkerut Yo Swan segera menegur. Kemudian sambil melejit, meninggalkan pelana, tambahnya seraya tertawa: “Pergilah bersama adikmu, cayhe akan mencari adikku." Oleh karena rumput beracun telah berada ditangan, dia enggan banyak bicara lagi, tidak sampai Hui Hong-hong mendekat, dia sudah melompat ke punggung kuda lain dan meninggalkan tempat itu. Dalam pada itu, para peternak dengan bertelanjang dada telah melompat naik ke punggung berapa ekor kuda tanpa pelana, sambil mengayunkan cambuk, mereka mulai mengejar dan mengepung kawanan hewan yang tersebar di empat penjuru. Sambil melesat ke depan, tanya Hui Hong-hong: “Jiko, bagaimana dengan orang yang kau kejar?" “Gagal kukejar!” sahut Hek-yan-cu sambil tertawa getir. “Kalau gagal ya sudahlah!" Hui Hong-hong menanggapi sambil tertawa. Dengan keheranan Hek-yan-cu segera menegur: “Heran, kenapa caramu bicara berubah jadi begitu halus?" Kontan Hui Hong-hong tertawa cekikikan, dia pun membisikkan sesuatu ke telinga saudaranya bilang kalau ada lelaki yang ingin meminangnya. II “Oh, rupanya begitu, seru Hek-yan-cu dengan wajah berseri, “pemuda itu ganteng dan ampuh ilmu silatnya, diapun murid Au-sian-kiong, rasanya tidak akan memalukan dirimu." Hui Hong-hong tertawa bangga, tiba tiba serunya: “Ayoh jalan!” “Jalan?" Hek-yan-cu semakin keheranan, “paling tidak aku harus mencarinya II dan ajak dia berbicara . . . . . ..
Pendekar Bodoh - 9. Sengketa Ahli Sihir Pendekar Bodoh - 10. Raja Alam Sihir Pendekar Bodoh - 11. Rahasia Sumur Tua Pendekar Bodoh - 12. Munculnya Sang Pewaris Gento Guyon - 28. Semerah Darah
Bab 27. Misteri. “Jangan pergi dulu!” seru Hui Hong-hong sambil tertawa. Sekulum senyum kebanggaan kembali tersungging diwajahnya yang dingin. “Sudah begitu jauh kau mengejarku, masa sekarang masih berlagak malu malu kucing?” tambahnya. Tian Mong-pek membalikkan badannya sambil menegur: “Apa maksud nona dengan perkataan itu? Aku tidak mengerti." “Aah, sudahlah! Tak usah berlagak pilon lagi,” kata Hui Hong-hong tertawa, “masa aku tak bisa menduga apa yang sedang kau pikirkan sekarang?" Masih mending kalau dia tidak tertawa, begitu tersenyum, wajahnya semakin membuat hati berdebar. “Aa...apa... apa yang kau ketahui?” tanya Tian Mong-pek setelah tertegun sejenak. “Sebetulnya aku sangat mendongkol karena sepanjang jalan kau ikuti aku terus!" kata Hui Hong-hong. “Tapi.... siapa.... siapa yang sedang mengikutimu?" “Tak usah takut,” kata Hui Hong-hong lagi sambil tertawa, “sekarang aku sudah tak marah, karena kau telah selamatkan aku. Meski aku amat berterima kasih dan berhutang budi, tapi akupun tak bisa mengabulkan permintaanmu dengan begitu saja.” Dengan pandangan penuh rasa cinta, ditatapnya Tian Mong-pek berapa saat. Tak terlukiskan rasa kaget anak muda itu, dengan perasaan terperanjat serunya: “Kau . . . . . .. permintaan apa yang kau kabulkan?" Tiba-tiba Hui Hong-hong berbicara dengan wajah sungguh-sungguh: “Kita semua adalah murid perguruan kenamaan, tidak mungkin bagi orang semacam kita melakukan hubungan secara sembarangan, paling tidak harus dipinang secara terang-terangan.” Tian Mong-pek makin terkesiap, saking kagetnya dia sampai berdiri melongo dengan mata terbelalak. “Dipinang secara terang-terangan . . . . . ..? kau.... jangan-jangan Il kau . . . . . . .. Tiba-tiba Hui Hong-hong menundukkan kepalanya, dengan wajah tersipu bisiknya: “Aku bernama Tong Beng-hong, jangan lupa, aku menunggumu dirumah . . . . . .. II minta tolong orang untuk meminangku . . . . . . . .. Siapa yang mengira kalau si nona yang begitu galak, tiba tiba saja jadi malu dan tersipu-sipu, baru selesai bicara, ia sudah balik badan dan meninggalkan tempat itu. Tian Mong-pek makin tercekat, teriaknya: “Nona, tunggu sebentar . . . . . . . .." Hui Hong-hong tertawa cekikikan. “Sebelum kau meminangku secara baik-baik, aku tak akan berbicara denganmu." Kemudian diiringi suara tertawanya yang merdu, ia berlalu dari sana. “Kau keliru besar," teriak Tian Mong-pek setelah termangu sesaat, “sudah II terjadi salah paham, kau . . . . .. kau . . . . . .. Sekuat tenaga ia berusaha memberi penjelasan, tapi Hui Hong-hong tak mau mendengarkan. Saking panik dan cemasnya, pemuda itu sampai mendepakkan kakinya berulang kali, gumamnya sembari garuk-garuk kepala: “Apa apaan ini . . . . . . . . . .." Dia merasa mendongkol, heran bercampur geli, sesudah menghela napas panjang, gumamnya lagi: “Kusangka aku adalah pria yang romantis, siapa tahu gadis itu lebih romantis, bahkan begitu mulai mabok, jauh lebih lihay ketimbang laki laki.....” Semakin dipikir ia merasa makin serba salah: “Hui Hong-hong . . . . .. wahai Hui Hong-hong . . . . . . . . .! bila burung hong terbakar hangus, bukankah dia akan berubah jadi burung gagak?” Padang rumput yang semula sudah terlelap tidur dibalik kegelapan, kini mulai gaduh dan riuh kembali. Ringkikan kuda, dengusan kerbau, jeritan hewan yang ketakutan..... bercampur aduk tak karuan. Tampak belasan orang lelaki bertelanjang dada, berlarian keluar dari dalam tenda, sambil mengayun lecut dan menggiring kawanan hewan yang kalut, teriak mereka berulang kali: “Bandit pencuri kuda, cepat tangkap dan gantung sampai mampus!” Setelah bekerja seharian penuh, kawanan lelaki itu sudah kelelahan hingga begitu mabuk, mereka pun terlelap nyenyak. Kini, begitu terbangun oleh kegaduhan, tak sempat lagi berpakaian, mereka segera menerobos keluar dari selimut dan berlarian keluar. Jangan dilihat orang-orang itu tak pandai bersilat, namun gerak geriknya lincah dan cekatan. Diam-diam Tian Mong-pek tertawa getir, pikirnya: “Kenapa aku masih berdiri mematung disini? Tidak lucu kalau sampai dituduh orang sebagai pencuri kuda dan mati digantung." Berpikir sampai disitu, diapun segera beranjak pergi, mencari jejak Yo Swan. Oo0oo Dengan gerakan tubuh yang cekatan Yo Swan menyusul dibelakang Hek-yan-cu, dalam waktu singkat dia telah menyusup diantara kerumunan kuda. Sepanjang jalan, lelaki bersenjata golok dan tombak itu tak berani melayani pertarungan lawan, karena itu Yo Swan pun tidak mengejar terlalu kencang. Berulang kali Hek-yan-cu melepaskan senjata amginya, sayang tak satupun yang berhasil mengenai sasaran. Maka ke tiga orang itupun melayang diatas punggung kuda, yang membuat kegaduhan ditempat tersebut. Tiba-tiba terlihat orang berbaju hitam itu mengayunkan cambuknya berulang kali, semua lecutan ditujukan kepunggung kawanan kuda, akibatnya diiringi ringkik kesakitan, kawanan kuda itupun berlarian tersebar ke-mana mana. “Sampai jumpa lain kesempatan!" bentak dua orang berbaju hitam itu. Serentak mereka menyusup ke bawah perut kuda dan ikut kabur dari situ. Hek-yan-cu tertegun, dalam keadaan begini, mau tak mau ia turut bergerak mengikuti gelombang kawanan kuda itu, andaikata tidak berbuat begitu, biar tubuhnya terbuat dari baja pun niscaya akan hancur terinjak-injak. Dengan satu gerakan cepat Yo Swan meluncur keatas kuda yang ditunggangi hek-yan-cu itu, dengan dua orang menunggang seekor kuda dan memeluk pemuda itu erat-erat, dia membawa binatang tunggangan itu lolos dari kekacauan. Sambil berpaling dan menghela napas, ujar Hek-yan-cu kemudian: “Terima kasih hengtai telah selamatkan jiwaku, kalau tidak, tak bisa dibayangkan bagaimana nasib siaute hari ini, aai.... bukan saja barang lenyap, mungkin nyawa pun ikut hilang." Yo Swan yang duduk dibelakangnya, seolah tanpa sengaja menyentuh buntalan dipunggung lawan, dia ingin tahu apa isi buntalan tersebut? Dimana tangannya menyentuh, terasa benda dalam buntalan itu keras seperti kotak yang terbuat dari besi, hanya sayang dia tak dapat menduga benda apa yang ada didalam kotak besi itu. Akhirnya ia tak kuasa menahan diri, tanyanya dengan kening berkerut: “Sebenarnya karena apa ke lima orang itu tak segan melakukan perjalanan jauh, mengejar kalian hingga kemari? Apakah hengtai membawa benda mestika yang luar biasa sehingga memancing keinginan ke lima orang itu untuk merebutnya?" “Padahal bukan benda mustika yang luar biasa, tak lebih hanya tumbuhan saja." “Aah, hengtai terlalu memandang rendah aku," seru Yo Swan sambil tertawa dingin, “kalau hanya lantaran tumbuhan, masa ke lima orang itu begitu rela menempuh perjalanan jauh? Atau mungkin hengtai anggap siaute orang tolol?" Tercekat hati Hek-yan-cu, buru-buru sahutnya: “Tapi memang hanya tumbuhan." “Bunga apa? Rumput apa?” desak Yo Swan lebih jauh. Lantaran orang lain berada dibelakang punggungnya, Hek-yan-cu tak berani menampik, terpaksa akunya: “Sebuah tumbuhan beracun, bunga beracun itu bernama toan-jong (pemutus usus) sedang rumput beracun itu bernama Jui-bong (penghancur impian)." “Terlalu banyak tumbuhan beracun di dunia ini, lantas apa keistimewaan tumbuhan itu?” “Bunga beracun itu mah tidak seberapa hebat, justru rumput penghancur impian merupakan benda yang sangat beracun, bukan saja merupakan obat mustika peramu senjata rahasia beracun, bahkan masih memiliki kegunaan lain yang lebih istimewa." “Apa keistimewaannya?" Hek-yan-cu menghela napas panjang, ujarnya: “Hengtai telah selamatkan nyawaku, jadi mau tak mau cayhe harus mengatakannya . . . . . . . .." “Katakan saja." “Siapa bilang cayhe tidak mau bicara," kata Hek-yan-cu sambil tertawa paksa, “bila rumput penghancur impian itu diseduh dalam air teh, dalam setengah jam, nyawa orang itu akan tercabut, bahkan setelah mati, sang korban sama sekali tidak meninggalkan pertanda apapun, dia seakan mati wajar, bahkan diperiksa tabib sakti pun, jangan harap gejala keracunan itu bisa ketahuan. Itulah sebabnya rumput beracun ini tak ternilai harganya." Yo Swan jadi kegirangan setengah mati, diam-diam pikirnya: “Tian Mong-pek wahai Tian Mong-pek, siapa suruh kau suka mencampuri urusan orang lain? Kali ini kau bakal kehilangan nyawa gara gara persoalan ini." Sebagaimana diketahui, selama ini dia selalu berharap bisa menghabisi nyawa Tian Mong-pek, tapi lantaran ia takut perbuatannya terlacak Lan Toa-sianseng, maka selama ini dia tak berani turun tangan sendiri, kuatir rahasianya terbongkar. Tapi sekarang, sesudah tahu kasiat rumput beracun itu, dia jadi kegirangan setengah mati, ia tahu, asal dia campurkan air teh untuk Tian Mong-pek dengan racun rumput ini, niscaya orang lain akan menyangka pemuda itu mati secara wajar. Walaupun senangnya bukan kepalang, diluar dia tetap tampil hambar, katanya: “Ooh, ternyata rumput itu memiliki kasiat yang luar biasa, tak heran orang lain jadi tertarik. Hengtai, bolehkah kau perlihatkan rumput itu kepadaku, biar aku menambah pengetahuanku?” Hek-yan-cu tertegun, ia jadi serba salah. Siapa sangka, sementara dia masih ragu, Yo Swan telah membuka buntalannya dan mengeluarkan sebuah peti besi . . . . . .. Saat itu mereka sedang berada dipunggung kuda yang berlarian kencang, karena tempat duduk yang bergelombang, maka Hek-yan-cu sama sekali tidak merasakan akan hal itu. Setelah membuka peti besi itu, kata Yo Swan sambil tersenyum: “Tak kusangka sebatang rumput kering macam begini, ternyata memiliki kasiat yang luar biasa, aku jadi ingin membawanya pulang dan perlihatkan kepada semua orang." “Maafkan daku, hengtai tak boleh berbuat begitu, rumput itu merupakan benda mustika dan bahan utama membuat pasir beracun cu-bu-tok-sah, sudah berulang kali ayah berpesan agar siaute menjaganya baik baik, aku tak bisa membiarkan benda itu hilang." Diam diam Yo Swan memetik sedikit rumput beracun itu lalu sembunyikan kebalik sakunya, setelah itu ia baru berkata lagi sambil tertawa: “Hahaha, masa sungguhan? Cayhe hanya bergurau saja, harap hengtai jangan panik." Dia tutup kembali kotak besi itu lalu diserahkan kembali ke tangan Hek-yan-cu. Kini si walet hitam baru bisa menghembuskan napas lega, katanya sambil tertawa: “Bukannya siaute pelit, tapi . . . . . . . .." Belum selesai berkata, dari kejauhan sudah terdengar seseorang berteriak memanggil: “Jiko . . . . . .. jiko . . . . .." “Sam-moay, aku berada disini.” Hek-yan-cu segera berteriak sambil menggapai. Ditengah kerumunan hewan, terlihat setitik bayangan merah berlompatan dengan lincahnya, melesat mendekat dengan kecepatan tinggi. “Dimana jite ku?" dengan kening berkerut Yo Swan segera menegur. Kemudian sambil melejit, meninggalkan pelana, tambahnya seraya tertawa: “Pergilah bersama adikmu, cayhe akan mencari adikku." Oleh karena rumput beracun telah berada ditangan, dia enggan banyak bicara lagi, tidak sampai Hui Hong-hong mendekat, dia sudah melompat ke punggung kuda lain dan meninggalkan tempat itu. Dalam pada itu, para peternak dengan bertelanjang dada telah melompat naik ke punggung berapa ekor kuda tanpa pelana, sambil mengayunkan cambuk, mereka mulai mengejar dan mengepung kawanan hewan yang tersebar di empat penjuru. Sambil melesat ke depan, tanya Hui Hong-hong: “Jiko, bagaimana dengan orang yang kau kejar?" “Gagal kukejar!” sahut Hek-yan-cu sambil tertawa getir. “Kalau gagal ya sudahlah!" Hui Hong-hong menanggapi sambil tertawa. Dengan keheranan Hek-yan-cu segera menegur: “Heran, kenapa caramu bicara berubah jadi begitu halus?" Kontan Hui Hong-hong tertawa cekikikan, dia pun membisikkan sesuatu ke telinga saudaranya bilang kalau ada lelaki yang ingin meminangnya. II “Oh, rupanya begitu, seru Hek-yan-cu dengan wajah berseri, “pemuda itu ganteng dan ampuh ilmu silatnya, diapun murid Au-sian-kiong, rasanya tidak akan memalukan dirimu." Hui Hong-hong tertawa bangga, tiba tiba serunya: “Ayoh jalan!” “Jalan?" Hek-yan-cu semakin keheranan, “paling tidak aku harus mencarinya II dan ajak dia berbicara . . . . . ..