Quantcast
Channel: Blog Ponsel Cerita Silat
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Imam Tanpa Bayangan II - 39

$
0
0
Cerita Silat | Imam Tanpa Bayangan II | oleh Xiao Say | Imam Tanpa Bayangan II | Cersil Sakti | Imam Tanpa Bayangan II pdf

Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti

Hee Giong Lam sendiri ketika menyaksikan si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei berjalan menghampiri ke arahnya dengan wajah penuh napsu membunuh, dalam hati diam-diam merasa terperanjat, cepat-cepat ia himpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk bersiap sedia, kemudian dengan pandangan bergidik memperhatikan wajah si anak muda itu tanpa berkedip. "Aku minta kau mengaku terus terang, benarkah si ketua perguruan Boo Liang Tiong yang bernama Go Kiam Lam itu sebelum melakukan pembasmian terhadap anak murid partai Thiam cong telah melakukan perundingan terlebih dahulu dengan dirimu tentang bagaimana caranya membasmi perguruan besar tadi? Dan benarkah sewaktu Go Kiam Lam si ketua perguruan Boo Liang Tiong melakukan gerakan pembasmian tersebut secara diam-diam kau telah mengutus anak muridmu untuk ikut serta dalam peristiwa berdarah itu..." "Peristiwa berdarah itu adalah perbuatan dari Go Kiam Lam," sahut Hee Giong Lam ketus. "Mengapa kau tidak pergi mencari dirinya..." Cahaya bengis berkilat di atas wajah Pek In Hoei. "Sesudah kubunuh dirimu, tentu saja kucari Go Kiam Lam bajingan besar itu untuk membuat perhitungan..." Nguuuung...! Nguuuuung...! Menggunakan kesempatan di kala Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei masih berbicara itulah tiba-tiba Hee Giong Lam angkat lengan kanannya ke atas, dari balik ketiak segera meluncur keluar seekor tawon raksasa berwarna hitam yang langsung menubruk ke atas tubuh si anak muda itu. Dengan gusar Pek In Hoei segera membentak : "Hmmm! Hanya mengandalkan tawon racun berekor tiga saja kau hendak mencoba membokong diriku..." Pedang mustika penghancur sang surya yang berada dalam genggamannya segera diayunkan ke tengah udara, tergulung di balik cahaya pedang yang amat tajam, tawon raksasa berwarna hitam tadi segera terbabat putus oleh ketajaman pedang itu hingga menjadi beberapa bagian. Bergidik sekali hati Hee Giong Lam setelah menyaksikan tawon beracun raksasa yang dilepaskannya dalam sekejap mata telah hancur lebur termakan oleh pedang mustika penghancur sang surya itu, ia tidak punya keberanian untuk mengeluarkan makhluk beracun lainnya untuk mencelakai si anak muda itu. Bayangan pedang bagaikan awan tersebar meliputi seluruh angkasa, segulung cahaya pedang yang tajam dan dingin mendadak bergeletar ke depan, bagaikan seutas rantai berwarna perak langsung menotok ke arah dada si Rasul Racun dari perguruan seratus racun ini. Hee Giong Lam meraung keras, secara beruntun ia lepaskan dua buah pukulan berantai untuk memunahkan datangnya ancaman. Pek In Hoei mendengus dingin. "Hmmm, kalau aku berhasil melepaskan dirimu dari kurungan pedang mustika penghancur sang surya ini, sia-sia belaka aku berlatih ilmu pedang selama ini..." Bentakan nyaring yang serius dan keren bergeletar di angkasa dari tubuh pedang itu segera terpancar keluar bayangan cahaya dingin yang menggidikkan hati, menggunakan jurus Kioe Jiet Teng Seng atau sang surya muncul di ufuk Timur, ia babat tubuh Rasul Racun itu. hg tak pernah menyangka kalau pihak lawan dengan usia yang sedemikian mudanya ternyata telah berhasil menguasai intisari ilmu pedang tingkat tertinggi, dalam satu jurus yang amat sederhana terkandung daya tekanan dahsyat yang memaksa seorang jago lihay yang tersohor dalam dunia persilatan sama sekali tak ada tenaga untuk melakukan pembalasan. Dalam benak manusia beracun she Hee ini segera terpenuhi oleh pelbagai pikiran bagaimana caranya memunahkan jurus serangan tersebut, di tengah tertegunnya ternyata ia tak sanggup melepaskan diri atau pun menghindarkan diri dari ancaman pedang lawan yang begitu tajamnya itu. Criiing! hg tidak malu disebut seorang jago Bu lim yang sudah memiliki nama besar dalam dunia persilatan, pada detik terakhir di saat jiwanya terancam mara bahaya itulah laksana kilat badannya meloncat ke samping menghindarkan diri. Walaupun begitu ilmu pedang yang dimiliki Pek In Hoei bukanlah hasil yang diperoleh dalam latihan satu hari, sekalipun Hee Giong Lam berhasil menghindarkan diri dari babatan pedang yang mengancam keselamatannya, tak urung sebuah luka babatan yang amat panjang muncul pula di atas lengan kirinya, dengan rasa penuh kesakitan ia berseru tertahan kemudian memandang ke arah si anak muda itu dengan rasa kaget bercampur ketakutan. "Aku pernah bersumpah akan membasmi semua anggota perguruan seratus racun yang ada di kolong langit,"kata Pek In Hoei ketus. "Dan kau akan merupakan orang pertama dari perguruan seratus racun..." "Kenapa?" jerit Hee Giong Lam dengan wajah ketakutan. "Apakah disebabkan ada anak murid perguruanku yang membantu Go Kiam Lam..." Ia menyadari bahwa ancaman dari si pemuda ini terhadap perguruan seratus racunnya sehari lebih lihay dari hari berikutnya, berada dalam pandangan sorot matanya yang dingin Hee Giong Lam seolah- olah melihat beratus-ratus orang anak murid perguruannya mati konyol di ujung pedangnya semua... "Hmmmm!" Pek In Hoei mendengus dingin. "Kalau tiada bantuan dari anak murid perguruan kalian, aku percaya pihak perguruan Boo Liang Tiong tak nanti mempunyai kekuatan yang demikian besarnya sehingga dalam semalam berhasil memusnahkan partai Thiam cong dari muka bumi..." Sementara itu ujung pedangnya telah menempel di atas tenggorokan Hee Giong Lam, asal ia kerahkan sedikit tenaga lagi niscaya ujung pedangnya yang tak kenal kasihan itu akan menembus tenggorokan si Rasul Racun sang ketua dari perguruan seratus racun ini. Suatu perasaan ngeri dan takut yang tak pernah diperlihatkan sebelumnya terlintas di atas wajah Hee Giong Lam, keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh serta pakaiannya, dalam keadaan begini ia benar-benar tidak berani berkutik. "Singkirkan dahulu pedangmu..." pintanya dengan suara gemetar. Pek In Hoei tertawa dingin. "Aku minta kau mengaku terus terang, kecuali perguruan Boo Liang Tiong serta perguruan seratus racun kalian yang ikut serta di dalam peristiwa pembasmian terhadap partai Thiam cong, masih terdapat manusia-manusia mana lagi yang ikut serta dalam peristiwa tersebut..." gertaknya. Hee Giong Lam mundur satu langkah ke belakang dan menjawab dengan penuh penderitaan : "Aku tidak tahu..." Pek In Hoei tertawa sini, ujung pedangnya yang dingin dan tajam didorong beberapa coen ke depan, Hee Giong Lam segera merasakan tenggorokannya jadi sakit dan hampir saja tak sanggup menghembuskan napas. "Asal kudorong maju dua coen lagi maka pedang ini akan menembusi tenggorokanmu serta mencabut jiwa anjingmu," ancam si anak muda itu dengan wajah menyeramkan. "Sekarang kau berada di ujung kehidupan di antara mati dan hidup, mau bicara atau tidak itu terserah pada dirimu sendiri..." Dalam benak Hee Giong Lam dalam waktu singkat muncul pelbagai ingatan yang berbeda, ia berpikir bagaimana caranya melepaskan diri dari cengkeraman musuh, tapi kalau ditinjau dari situasi yang tertera di hadapannya jelas tak mungkin baginya untuk meloloskan diri dari tempat itu dengan aman dan damai... Pikirnya lebih jauh : "Kenapa aku tidak berusaha menggunakan kesempatan di kala pihak lawan berusaha mencari tahu musuh-musuh besarnya untuk meninggalkan tempat ini,kemudian baru membalas sakit hati pada saat ini di kemudian hari..." Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat di dalam benaknya, maka ia lantas berkata : "Tidak sulit bila kau menghendaki aku berbicara, tapi kau harus melepaskan diriku..." "Tentu saja..." Pek In Hoei menyahut dan tertawa nyaring. "Haaaah... haaaah... haaaah... asalkan aku merasa bahwa ucapanmu betul dan bisa dipercaya, tentu saja akan kulepaskan dirimu dalam keadaan selamat..." Hee Giong Lam tundukkan kepalanya berpikir sebentar, kemudian berkata : "Peristiwa pembantaian partai Thiam cong sebenarnya merupakan peristiwa pembalasan dendam pihak perguruan Boo Liang Tiong terhadap terbunuhnya tujuh puluh orang anak murid perguruan Boo Liang Tiong dalam semalam pada enam puluh tahun berselang, berhubung Go Kiam Lam sang ketua baru dari perguruan Boo Liang Tiong merasa bahwa kekuatan perguruannya masih belum cukup, maka ia segera mengutus anak muridnya untuk mengundang para jago di perguruan-perguruan besar untuk ikut serta dalam peristiwa berdarah itu, tapi dalam kenyataan perguruan yang betul-betul ikut menyokong dalam kejadian itu hanyalah Dua benteng besar dari Bu-lim serta perguruan kami..." "Dua benteng mana yang kau maksudkan?" tanya Pek In Hoei dengan sinar mata yang menggidikkan. "Benteng Liong Hoen Poo serta benteng Thian Seng Poo!" sekilas kelicikan terlintas di antara sorot mata Hee Giong Lam, ia tertawa seram. "Heeeeh.... heeeh... heeeh... kedua buah benteng itu merupakan pembantu kepercayaan dari Go Kiam Lam, kalau kau ingin membalas dendam terhadap mereka, hmmm! aku rasa tidak akan sedemikian gampangnya..." Sambil tertawa seram mendadak tubuhnya meloncat mundur ke belakang, setelah meloloskan diri dari tudingan pedang si anak muda itu dengan langkah lebar ia segera berlalu dari ruangan tersebut. "Kembali!" Bentakan berat yang nyaring dan keras bergeletar keluar dari mulut Pek In Hoei, begitu keras suaranya sampai menggetarkan bangunan rumah itu dan menggoncangkan permukaan bumi. Hee Giong Lam terkesiap, dengan cepat ia menoleh. "Apakah ucapanmu hendak kau ingkari?" tegurnya dengan perasaan sangsi, rasa kaget bercampur bergidik terlintas di atas wajahnya. "Hmmmm! Walaupun hukuman mati bisa dihindari, hukuman hidup tak akan terlepas dari tubuhmu, memandang di atas budimu yang mau memberi keterangan kepadaku, aku cuma akan memusnahkan ilmu silatmu..." "Apa?" jerit Hee Giong Lam. "Kau betul-betul manusia yang tidak tahu malu..." Belum habis ia berkata si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei telah meloncat ke depan. Cahaya tajam berkilauan di depan mata, tahu-tahu pedang mustika penghancur sang surya itu sudah mengunci ke sekeliling tubuhnya, sekilas kilatan cahaya dengan cepatnya mengancam jalan darah 'Chiet Kan' di atas dadanya. Dalam waktu singkat air muka Hee Giong Lam telah berubah beberapa kali, ia mengerti asalkan ujung pedang lawan berhasil menotok di atas jalan darah 'Chiet Kan' tersebut niscaya ilmu silat yang dilatihnya dengan susah payah selama ini bakal musnah sama sekali. Hatinya jadi bergidik, ia meraung keras dan tubuhnya dengan cepat mundur dua langkah ke belakang pada detik-detik yang terakhir. "Pek In Hoei!: makinya sangat marah. "Ucapanmu sama baunya dengan kentut busuk..." "Coba kau ulangi sekali lagi..." seru Pek In Hoei dengan sikap tertegun. Sambil ayunkan telapaknya ke depan mengirim satu pukulan dahsyat, Hee Giong Lam berteriak keras : "Kau terlalu mendesak diriku, jangan salahkan aku kalau aku akan beradu jiwa dengan dirimu!" Ia mengerti si Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak nanti akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, asal dirinya terjatuh ke tangan pemuda ini niscaya ilmu silatnya bakal dipunahkan. Haruslah diketahui bagi seorang jago Bu lim yang memiliki ilmu silat, ia menyayangi ilmu silat yang dilatihnya dengan susah payah itu melebihi sayang terhadap jiwa sendiri, ketika ia tahu bahwa dirinya dari seorang jago yang memiliki ilmu silat akan berubah jadi manusia biasa yang sama sekali tak dapat menggunakan kepandaian silatnya lagi, penderitaan yang dirasakan dalam hatinya jauh lebih berat dan hebat daripada penderitaan di kala ia hendak dibunuh. Hee Giong Lam menyadari sedalam-dalamnya penderitaan yang sedemikian beratnya itu tak akan bisa dirasakan olehnya, walau dalam keadaan apa pun jua, maka diambilnya keputusan untuk melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan, ia lebih rela mati terbunuh di tangan musuh daripada menanggung sengsara selama hidup. Demikianlah, dengan cepatnya kedua jago Bu-lim itu sudah terlibat dalam suatu pertempuran sengit, dalam sekejap mata dua puluh gebrakan telah berlalu. Ouw-yang Gong sendiri setelah menyaksikan pertarungan adu jiwa yang sedang berlangsung di tengah kalangan, dalam hati pun merasa teramat gelisah,ia hisap huncweenya berulang kali sementara sepasang matanya memperhatikan ke tengah kalangan tanpa berkedip.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6423

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>