Cerita Silat | Pendekar Seribu Diri | oleh Aone | Pendekar Seribu Diri | Sakti Cersil | Pendekar Seribu Diri pdf
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
Jalan di kota kanglam hari itu cukup ramai dengan hiruk-pikuknya kehidupan, pedagang dan pembeli saling bersitegang menentukan harga. Kota itu sangat ramai akan kehidupan dan keramahan, kota yang terkenal akan keindahan alamnya, pelajar-pelajar yang hebat juga gadis-gadis yang cantik. Ditengah jalan itu lima orang pemuda dan pemudi menjadi sorot perhatian orang banyak karena baju mereka bukanlah baju dari daerah situ. lelaki yang ditengah merupakan seorang pemuda dengan kimono biru langit, wajahnya tampan dengan bola mata elang, bibirnya ranum kemerah-merahan dibalut dengan kulit seputih salju, rambutnya panjang sepunggung dengan diikat ekor kuda, kepalanya diikat dengan kain berwarna coklat, dibelakangnya sebuah kujang kecil menonjol. bila orang yang tak mengenal maka ia pasti akan mengira bahwa dia adalah seorang pemuda yang lemah tak berdaya. Disamping kirinya Seorang pemuda tampan berwajah kuning pucat, rambutnya sepundak riab-riaban namun tak menutupi ketampanannya, rahangnya kokoh dengan badan kekar tegap. ia memakai baju kimono hijau sambil menggandeng seorang gadis cantik berwajah kekanak-kanakan, hidungnya bangir dengan mata sipit, ia memakai kimono berwarna merah muda dengan baju dalam merah. Sementara itu disamping kanannya seorang pemuda tampan berwajah sipit dengan rahang kokoh juga tubuh kekar berotot asik menggandeng sambil bercanda dengan gadis cantik bertubuh sintal dengan kimono merah. mereka adalah Aram Widiawan, Angkara, Yumi, Ryusuke dan Jelita Indria. Setelah tiba di negri itu mereka sedang berada di pegunungan bukit yang mereka tak tahu apa namanya, setelah berjalan cukup lama maka sampailah mereka dikota Kanglam. “Ketua..” Angkara berbisik. “Panggil namaku, jangan memancing harimau lapar..” Aram menasihati. “Ba..ik.. Ar.. Aram..” “Ada apa?” “Aku lapar...hehe” “Baiklah kita cari kedai dulu untuk makan.” “Tapi.,” “Tapi apa?” “Aku gak bisa bahasa daerah sini..” “Jangan risaukan itu, perlahan kau juga akan bisa..” Hibur Aram sambil menatap sebuah kedai yang cukup besar “ “Kalian ikutlah...” Ajaknya kemudian sambil ia segera masuk kedalam, dilihatnya dikedai itu cukup ramai juga, tampaknya mereka juga adalah kaum golongan rimba hijau, terbukti dengan pedang yang mereka bawa. Segera mereka masuk dan memilih tempat dipojok dekat jendela akan tetapi tidak ada seorang pelayan pun yang meladeni, sepertinya para pelayan sedang sibuk dengan melayani yang lainnya. tiba-tiba sudut mata Aram melihat seorang pelayan yang sedang nganggur segera ia memanggil. "Hai, kemari!" "Ya, ya, segera datang!" cepat pelayan itu bersuara, lalu mendekat dan bertanya dengan tertawa, "Tuan –tuan ini hendak pesan apa?" "Buatkan lima porsi burung dara goreng, lima porsi Pak-lay-cah, lima porsi Ang-sio-hi, seporsi ayam cah jamur, dan bawakan lima kati arak Li-ji-hong." "Baik, baik, segera disediakan," sahut sipelayan dengan tergagap. Kiranya restoran ini terhitung rumah makan yang cukup besar, sehingga menu yang dipesan dapat disediakan dengan baik. meski cukup kaget dengan pesanan itu tapi diam-diam ia juga merasa senang. Maklumlah, orang berusaha kedai, tentu tidak beralasan menolak tamu makan banyak, maka dicatatnya pula setiap pesanan itu. tak lama kemudian pesanan segera datang, dengan lahap mereka segera makan, ditengah asiknya makan itu yumi berkata dengan mulut penuh daging burung dara. “Keua kau au iana etak peuruan ian ong pay? (ketua kau tahu dimana letak perguruan Thian Liong Pay) “Sruputt... tidak, aku lupa menanyakannya...” Jawab Aram. “Berarti kita harus bertanya?” Jelita indria menanyakan sesuatu hal yang lucu. “Hahaha,.... tak usah.. mereka sudah ada diperjalanan, kita tunggu saja dikota ini..” Jawab Aram sampai menyeruput araknya. “Heh, kapan? padahal semenjak tadi aku melihat kau tak melakukan hal apapun..” Jelita Indria Penasaran. yang dijawab hanya dengan senyuman saja. “Sepertinya bakal ada kejadian menarik..” Angkara melirik kearah pintu masuk. di pintu masuk itu berdiri tiga orang berseragam hitam dengan gambar piramida berantai di dada. Tangan masing-masing membawa bungkusan panjang, jelas yang terbungkus itu adalah senjata. Orang yang paling depan berperawakan tinggi tegap, orang kedua di belakangnya berbadan pendek tangkas, orang ketiga bertubuh ramping, dengan wajah tak lebih baik dari wajah manusia yang dikerok cangkang durian.. dengan tajam mereka tatap serombongan orang yang berdiri disudut ruangan. Sementara itu rombongan itu itu sudah menyongsong maju, tapi setelah berhadapan dalam jarak beberapa tombak mereka lantas berhenti dan saling tatap dengan penuh waspada. Dengan setengah mengejek orang yang berseragam hitam ditengah berkata, “Apakah kalian yang berani membunuh salah satu anak buah kami?” “Betul!” jawab salah satu orang dalam rombongan yang sejak tadi berada dikedai. Orang itu memakai pakaian biru tua, berbadan sedikit gemuk, dan berkumis tebal, berusia sekitar lima puluh tahun menjawab dengan dingin, dalam dunia persilatan ia lebih dikenal dengan sebutan Si Kumis beracun. “tahukah kalian siapakah kami ini?” si baju hitam bertanya lagi. Kembali si kumis beracun menjawab, “tentu, kalian adalah bergundal dari Nawa Awatara sang kumpulan duri dalam mata!” Si baju hitam dan kawannya menjadi gusar, teriaknya, “tahukah kau akibatnya bila melawan kami?” “memangnya kenapa jika kami melawan kalian?”. “hem, kalian mencari penyakit sendiri, tak ada tempat lagi untuk kalian kecuali dunia barat” “hahaha.... boleh saja kalian pentang gaya dengan mengandalkan pamor kalian di tanah seribu pulau, tapi disini kalian ini hanya kunang-kunang di hadapan rembulan” Seketika air muka Sang baju hitam berubah, tapi ia lantas menjengek, “Kumis beracun, jangan salahkan jika kau ku kirim keneraka lapis delapan belas” “Sudah tentu,sebab kaulah yang pertama kali akan kesana,” ujar si baju hitam. Dia bicara dengan kalem- kalem saja, tidak terburu-buru dan juga tidak alon- alon, tapi nadanya seperti sengaja dibikin-bikin. Dengan tak sabar Si baju hitam menggeram, teriaknya, “Mati kau” Berbareng dengan itu kedua orang seragam hitam lainnya juga lantas menubruk maju. Si pendek tangkas itu mendahului menubruk ke arah rombongan yang berada dimeja yang berjumlah empat orang itu. Gerak tubuh orang ini sangat cekatan, gaya serangannya juga ganas, Duk.... salah seorang dari rombongan yang berusia cukup tua dengan jenggot sedagu menahan serangan. didalam persilatan ia dikenal dengan nama Sembilan langkah pembawa maut Beng san. Sedangkan si perempuan baju hitam justru menubruk kearah seorang gadis cantik berbaju langsat. Ilmu silat gadis yang terkenal dengan gelar gadis cantik dari kanglam itu tergolong lumayan dan sudah dua tahu berkecimpung didunia persilatan, tapi menghadapi serangan yang aneh dan cepat itu, seketika ia menjadi kelabakan tercecar. Di sebelah sana sikumis beracun juga sudah bergebrak dengan si baju hitam yang tegap. Si kumis beracun terkenal dengan senjata rahasianya yang beracun, senjata itu terletak diantara kumis-kumis yang melintang diatas bibirnya sehingga serangan itu tidak dapat dipatahkan dan dipecahkan secara mudah, seain itu ilmu tangan kosongnya yang diberinama tujuh pukulan kumis beracun juga terkenal akan racunnya yang ganas juga serangannya yang aneh. Tapi si baju hitam yang tegap itu pun tidak kalah lihainya, sehingga mereka dapat bertarung dengan imbangnya. Pertempuran ini boleh dikatakan cukup hebat, bangku-bangku sudah berterbangan, tamu- tamu yang hanya seorang pelajar siang-siang sudah maburkan diri,. hanya beberapa kaum persilatan saja yang menonton ditengah kalangan. Wajah mereka terlihat tegang dan cemas, pemilik kedai meringis ia takut jika orang-orang itu tidaklah mengganti rugi atas kehancuran kedainya, namun mana berani ia menghentikan pertarungan itu. Pemilik kedai yang merupakan seorang lelaki paruh baya melihat masih ada sebuah bangku dengan mejanya yang utuh. meja itu terlihat dikelilingi oleh lima orang pemuda pemudi yang masih muda. pemuda dan pemudi itu tidaklah bergeming maupun terusik dengan pertarungan disisiya, mereka terlihat asik bercengkrama satu sama lain. yang lebih hebatnya lagi, rambut mereka tidaklah berkibar-kibar seolah diasana ada benteng penghalang. padahal di sisi pertarungan lain orang-orang berusaha untuk tidak ikut terbawa kencangnya angin yang bersileweran. Di antara mereka bertiga itu yang paling celaka adalah Sembilan langkah pembawa maut Beng San, baru belasan jurusia sudah keteter hebat. Sebaliknya si baju hitam yang pendek tangkas itu semakin bertempur semakin gagah perwira, mendadak ia mengelak sambil menerjang maju, sinar hijau berkelebat, tahu-tahu goloknya sudah berada di leher Sembilan langkah pembawa maut Beng San. Se inchi lagi golok itu maju maka kepala Sembilan langkah pembawa maut Beng San akan terbang meninggalkan tubuhnya, namun dari belakangnya ada orang yang menahan golok itu sehingga terdengar benturan nyaring. “Trangg.......” Sungguh tidak kepalang kaget Sembilan langkah pembawa maut Beng San, semangat tempurnya juga runtuh seketika. untunglah temannya yang sejak tadi berdiam diri memperhatikan menolong jiwanya itu. sedetik saja terlmbat maka tentu jiwanya akan amblas. “Engkau tidak apa-apa sute?” Sapa orang itu. ternyata orang itu merupakan orang yang paling tua diantara rombongan Bengsan. dia bernama Kim liong. dengan gelaran Naga Emas dari Hopak. “Terimakasih Suheng, tanpa pertolonganmu tentu jiwa ini akan melayang” Jawab Beng San. “Jangan lengah, lawan masing menghadang didepan mata.” “Baik suheng...”
Imam Tanpa Bayangan II - Xiao Say Pendekar Pulau Neraka - 50. Bidadari Penyambar Nyawa Ksatria Panji Sakti - Gu Long Animorphs 17 Menembus Gua Bawah Tanah Pendekar Perisai Naga - 5. Siluman Kera Sakti
Jalan di kota kanglam hari itu cukup ramai dengan hiruk-pikuknya kehidupan, pedagang dan pembeli saling bersitegang menentukan harga. Kota itu sangat ramai akan kehidupan dan keramahan, kota yang terkenal akan keindahan alamnya, pelajar-pelajar yang hebat juga gadis-gadis yang cantik. Ditengah jalan itu lima orang pemuda dan pemudi menjadi sorot perhatian orang banyak karena baju mereka bukanlah baju dari daerah situ. lelaki yang ditengah merupakan seorang pemuda dengan kimono biru langit, wajahnya tampan dengan bola mata elang, bibirnya ranum kemerah-merahan dibalut dengan kulit seputih salju, rambutnya panjang sepunggung dengan diikat ekor kuda, kepalanya diikat dengan kain berwarna coklat, dibelakangnya sebuah kujang kecil menonjol. bila orang yang tak mengenal maka ia pasti akan mengira bahwa dia adalah seorang pemuda yang lemah tak berdaya. Disamping kirinya Seorang pemuda tampan berwajah kuning pucat, rambutnya sepundak riab-riaban namun tak menutupi ketampanannya, rahangnya kokoh dengan badan kekar tegap. ia memakai baju kimono hijau sambil menggandeng seorang gadis cantik berwajah kekanak-kanakan, hidungnya bangir dengan mata sipit, ia memakai kimono berwarna merah muda dengan baju dalam merah. Sementara itu disamping kanannya seorang pemuda tampan berwajah sipit dengan rahang kokoh juga tubuh kekar berotot asik menggandeng sambil bercanda dengan gadis cantik bertubuh sintal dengan kimono merah. mereka adalah Aram Widiawan, Angkara, Yumi, Ryusuke dan Jelita Indria. Setelah tiba di negri itu mereka sedang berada di pegunungan bukit yang mereka tak tahu apa namanya, setelah berjalan cukup lama maka sampailah mereka dikota Kanglam. “Ketua..” Angkara berbisik. “Panggil namaku, jangan memancing harimau lapar..” Aram menasihati. “Ba..ik.. Ar.. Aram..” “Ada apa?” “Aku lapar...hehe” “Baiklah kita cari kedai dulu untuk makan.” “Tapi.,” “Tapi apa?” “Aku gak bisa bahasa daerah sini..” “Jangan risaukan itu, perlahan kau juga akan bisa..” Hibur Aram sambil menatap sebuah kedai yang cukup besar “ “Kalian ikutlah...” Ajaknya kemudian sambil ia segera masuk kedalam, dilihatnya dikedai itu cukup ramai juga, tampaknya mereka juga adalah kaum golongan rimba hijau, terbukti dengan pedang yang mereka bawa. Segera mereka masuk dan memilih tempat dipojok dekat jendela akan tetapi tidak ada seorang pelayan pun yang meladeni, sepertinya para pelayan sedang sibuk dengan melayani yang lainnya. tiba-tiba sudut mata Aram melihat seorang pelayan yang sedang nganggur segera ia memanggil. "Hai, kemari!" "Ya, ya, segera datang!" cepat pelayan itu bersuara, lalu mendekat dan bertanya dengan tertawa, "Tuan –tuan ini hendak pesan apa?" "Buatkan lima porsi burung dara goreng, lima porsi Pak-lay-cah, lima porsi Ang-sio-hi, seporsi ayam cah jamur, dan bawakan lima kati arak Li-ji-hong." "Baik, baik, segera disediakan," sahut sipelayan dengan tergagap. Kiranya restoran ini terhitung rumah makan yang cukup besar, sehingga menu yang dipesan dapat disediakan dengan baik. meski cukup kaget dengan pesanan itu tapi diam-diam ia juga merasa senang. Maklumlah, orang berusaha kedai, tentu tidak beralasan menolak tamu makan banyak, maka dicatatnya pula setiap pesanan itu. tak lama kemudian pesanan segera datang, dengan lahap mereka segera makan, ditengah asiknya makan itu yumi berkata dengan mulut penuh daging burung dara. “Keua kau au iana etak peuruan ian ong pay? (ketua kau tahu dimana letak perguruan Thian Liong Pay) “Sruputt... tidak, aku lupa menanyakannya...” Jawab Aram. “Berarti kita harus bertanya?” Jelita indria menanyakan sesuatu hal yang lucu. “Hahaha,.... tak usah.. mereka sudah ada diperjalanan, kita tunggu saja dikota ini..” Jawab Aram sampai menyeruput araknya. “Heh, kapan? padahal semenjak tadi aku melihat kau tak melakukan hal apapun..” Jelita Indria Penasaran. yang dijawab hanya dengan senyuman saja. “Sepertinya bakal ada kejadian menarik..” Angkara melirik kearah pintu masuk. di pintu masuk itu berdiri tiga orang berseragam hitam dengan gambar piramida berantai di dada. Tangan masing-masing membawa bungkusan panjang, jelas yang terbungkus itu adalah senjata. Orang yang paling depan berperawakan tinggi tegap, orang kedua di belakangnya berbadan pendek tangkas, orang ketiga bertubuh ramping, dengan wajah tak lebih baik dari wajah manusia yang dikerok cangkang durian.. dengan tajam mereka tatap serombongan orang yang berdiri disudut ruangan. Sementara itu rombongan itu itu sudah menyongsong maju, tapi setelah berhadapan dalam jarak beberapa tombak mereka lantas berhenti dan saling tatap dengan penuh waspada. Dengan setengah mengejek orang yang berseragam hitam ditengah berkata, “Apakah kalian yang berani membunuh salah satu anak buah kami?” “Betul!” jawab salah satu orang dalam rombongan yang sejak tadi berada dikedai. Orang itu memakai pakaian biru tua, berbadan sedikit gemuk, dan berkumis tebal, berusia sekitar lima puluh tahun menjawab dengan dingin, dalam dunia persilatan ia lebih dikenal dengan sebutan Si Kumis beracun. “tahukah kalian siapakah kami ini?” si baju hitam bertanya lagi. Kembali si kumis beracun menjawab, “tentu, kalian adalah bergundal dari Nawa Awatara sang kumpulan duri dalam mata!” Si baju hitam dan kawannya menjadi gusar, teriaknya, “tahukah kau akibatnya bila melawan kami?” “memangnya kenapa jika kami melawan kalian?”. “hem, kalian mencari penyakit sendiri, tak ada tempat lagi untuk kalian kecuali dunia barat” “hahaha.... boleh saja kalian pentang gaya dengan mengandalkan pamor kalian di tanah seribu pulau, tapi disini kalian ini hanya kunang-kunang di hadapan rembulan” Seketika air muka Sang baju hitam berubah, tapi ia lantas menjengek, “Kumis beracun, jangan salahkan jika kau ku kirim keneraka lapis delapan belas” “Sudah tentu,sebab kaulah yang pertama kali akan kesana,” ujar si baju hitam. Dia bicara dengan kalem- kalem saja, tidak terburu-buru dan juga tidak alon- alon, tapi nadanya seperti sengaja dibikin-bikin. Dengan tak sabar Si baju hitam menggeram, teriaknya, “Mati kau” Berbareng dengan itu kedua orang seragam hitam lainnya juga lantas menubruk maju. Si pendek tangkas itu mendahului menubruk ke arah rombongan yang berada dimeja yang berjumlah empat orang itu. Gerak tubuh orang ini sangat cekatan, gaya serangannya juga ganas, Duk.... salah seorang dari rombongan yang berusia cukup tua dengan jenggot sedagu menahan serangan. didalam persilatan ia dikenal dengan nama Sembilan langkah pembawa maut Beng san. Sedangkan si perempuan baju hitam justru menubruk kearah seorang gadis cantik berbaju langsat. Ilmu silat gadis yang terkenal dengan gelar gadis cantik dari kanglam itu tergolong lumayan dan sudah dua tahu berkecimpung didunia persilatan, tapi menghadapi serangan yang aneh dan cepat itu, seketika ia menjadi kelabakan tercecar. Di sebelah sana sikumis beracun juga sudah bergebrak dengan si baju hitam yang tegap. Si kumis beracun terkenal dengan senjata rahasianya yang beracun, senjata itu terletak diantara kumis-kumis yang melintang diatas bibirnya sehingga serangan itu tidak dapat dipatahkan dan dipecahkan secara mudah, seain itu ilmu tangan kosongnya yang diberinama tujuh pukulan kumis beracun juga terkenal akan racunnya yang ganas juga serangannya yang aneh. Tapi si baju hitam yang tegap itu pun tidak kalah lihainya, sehingga mereka dapat bertarung dengan imbangnya. Pertempuran ini boleh dikatakan cukup hebat, bangku-bangku sudah berterbangan, tamu- tamu yang hanya seorang pelajar siang-siang sudah maburkan diri,. hanya beberapa kaum persilatan saja yang menonton ditengah kalangan. Wajah mereka terlihat tegang dan cemas, pemilik kedai meringis ia takut jika orang-orang itu tidaklah mengganti rugi atas kehancuran kedainya, namun mana berani ia menghentikan pertarungan itu. Pemilik kedai yang merupakan seorang lelaki paruh baya melihat masih ada sebuah bangku dengan mejanya yang utuh. meja itu terlihat dikelilingi oleh lima orang pemuda pemudi yang masih muda. pemuda dan pemudi itu tidaklah bergeming maupun terusik dengan pertarungan disisiya, mereka terlihat asik bercengkrama satu sama lain. yang lebih hebatnya lagi, rambut mereka tidaklah berkibar-kibar seolah diasana ada benteng penghalang. padahal di sisi pertarungan lain orang-orang berusaha untuk tidak ikut terbawa kencangnya angin yang bersileweran. Di antara mereka bertiga itu yang paling celaka adalah Sembilan langkah pembawa maut Beng San, baru belasan jurusia sudah keteter hebat. Sebaliknya si baju hitam yang pendek tangkas itu semakin bertempur semakin gagah perwira, mendadak ia mengelak sambil menerjang maju, sinar hijau berkelebat, tahu-tahu goloknya sudah berada di leher Sembilan langkah pembawa maut Beng San. Se inchi lagi golok itu maju maka kepala Sembilan langkah pembawa maut Beng San akan terbang meninggalkan tubuhnya, namun dari belakangnya ada orang yang menahan golok itu sehingga terdengar benturan nyaring. “Trangg.......” Sungguh tidak kepalang kaget Sembilan langkah pembawa maut Beng San, semangat tempurnya juga runtuh seketika. untunglah temannya yang sejak tadi berdiam diri memperhatikan menolong jiwanya itu. sedetik saja terlmbat maka tentu jiwanya akan amblas. “Engkau tidak apa-apa sute?” Sapa orang itu. ternyata orang itu merupakan orang yang paling tua diantara rombongan Bengsan. dia bernama Kim liong. dengan gelaran Naga Emas dari Hopak. “Terimakasih Suheng, tanpa pertolonganmu tentu jiwa ini akan melayang” Jawab Beng San. “Jangan lengah, lawan masing menghadang didepan mata.” “Baik suheng...”